Heran Vonis Ringan Terdakwa Korupsi Kelangkaan Minyak Goreng, Pakar Hukum Pidana: Ironis

Achmad Suparji heran dengan putusan 3 tahun bagi pejabat kementerian dan satu setengah tahun untuk pengusaha minyak goreng

(KOMPAS.com / IRFAN KAMIL)
Lima terdakwa kasus dugaan korupsi terkait izin ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (21/12/2022). 

TRIBUNLOMBOK.COM - Pakar hukum pidana Suparji Achmad menyatakan putusan perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya termasuk minyak goreng tidak memenuhi rasa keadilan di masyarakat.

“Ini jadi sangat ironis,” jelas Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia ini, Kamis (5/1/2023) dikutip dari keterang persnya.

Menurutnya, pada terdakwa dinyatakan terbukti melanggar Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi tentang penyalahgunaan wewenang, menimbulkan kerugian negara dan perekonomian negara.

"Tapi hukumannya yang ringan sebagaimana diatur Pasal 5 tentang suap," ucapnya.

Menurut Suparji, putusan ini tidak sebanding dengan apa yang telah terjadi di masyarakat saat minyak goreng hilang di pasaran, harus berdesak-desakan, mengantre berjam-jam.

Baca Selanjutnya: Vonis ringan terdakwa kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah

Tetapi pada sisi lain diduga ada pengusaha yang bisa menjual CPO ke luar negeri mendapat untung besar sehingga bisa memperkaya diri dengan bantuan pejabat di kementerian.

“Jadi (jaksa) harus melakukan upaya banding untuk mendapatkan keadilan yang lebih tinggi,” tegasnya. 

Dia berharap lewat upaya hukum lanjutan atas putusan tersebut, hakim di tingkat banding bisa menghukum berat kasus minyak goreng tersebut sehingga terpenuhi rasa keadilan di masyarakat.

“Mudah-mudahan hakim pengadilan banding menyatakan bersalah dan bisa memberikan hukuman maksimal 20 tahun atau seumur hidup,” harap Suparji.

Sebagai informasi, Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (4/1/2022), menjatuhkan hukuman kepada para terdakwa kasus minyak goreng lebih rendah dari tuntutan jaksa, karena kerugian negara tidak terbukti dalam persidangan.

Putusan para terdakwa yakni, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indra Sari Wisnu Wardhana divonis 3 (tiga) tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.

Sementara Jaksa menuntut 7 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. 

Terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor divonis satu setengah tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.

Sementara Jaksa menuntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Terdakwa Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley Ma divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.

Sementara Jaksa menuntut 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Kemudian, terdakwa Lin Chie Wei alias Weibinanto Halimdjati, mantan anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.

Sementara Jaksa menuntut 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. 

General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan. Sementara Jaksa menuntut 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. 

Kelimanya diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Suparji kecewa dengan vonis tersebut karena ini menjadi bukti bahwa Pasal 3 UU Tipikor terkait menyalahgunakan wewenang dan menjadikan perekonomian rakyat menjadi kacau balau. 

"Hukumannya kok tiga tahun bagi pejabat negara, bagi swastanya hanya satu setengah tahun, dan lain-lain satu tahun,” sesalnya Suparji. 

Suparji menghormati putusan hakim tersebut, karena hakim adalah yang terbaik sebagai bentuk sarana penyelenggara negara hukum.

Meski demikian, ia mengibaratkan putusan tersebut kepada para terdakwa dikenakan Pasal 3 tetapi dihukum dengan Pasal 5 tentang suap yang divonis lima tahun.

Baca juga: Harga Minyak Goreng di Indomaret dan Alfamart Hari Ini Kamis 5 Januari 2023: Sania 2L Rp 36.600

Pertimbangan Hakim

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai peristiwa kelangkaan minyak goreng bisa terjadi juga karena kebijakan pemerintah.

Penetapan harga eceran tertinggi (HET) yang diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 6 Tahun 2022 disebut mengakibatkan kelangkaan minyak.

Hakim berpendapat krisis minyak goreng tidak hanya disebabkan sejumlah produsen minyak yang tidak memenuhi batas minimal domestic market obligation (DMO).

Hakim mengatakan, setelah Permendag itu diberlakukan pada 27 Januari, keesokan harinya minyak goreng lenyap dari pasar.

Namun, setelah diprotes banyak pihak dan Permendag itu dicabut pada 16 Maret, minyak goreng kembali muncul di pasar.

“Hal ini terlihat bahwa intervensi pemerintah terhadap pasar khususnya terhadap minyak goreng termasuk salah satu faktor yang berkontribusi mengakibatkan kelangkaan migor (minyak goreng) dan kenaikan harga migor di pasar,” kata hakim.

Menurut hakim, pemerintah telah melakukan kesalahan dalam mengintervensi pasar.

Tindakan ini tidak didukung infrastruktur sebagaimana pada sektor BBM, yakni keberadaan Pertamina.

“Pemerintah tidak memiliki stok minyak goreng dan tidak memiliki badan atau lembaga yang menguasai minyak goreng,” ujar hakim.

Tidak hanya itu, majelis hakim juga berpendapat bahwa kerugian perekonomian negara yang didakwakan Jaksa tidaklah riil atau berdasarkan asumsi.

Jumlah kerugian perekonomian tersebut, sebesar Rp 10.960.141.557.673 merujuk pada laporan ahli bernama Himawan Pradipta bersama tim dari Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM). Hal ini timbul akibat minyak goreng di pasaran langka.

“Setelah majelis hakim meneliti pendapat ahli maupun hasil perhitungan kerugian perekonomian negara yang dihasilkan oleh ahli Himawan Pradipta dan tim tersebut ternyata masih bersifat asumsi belum bersifat riil atau nyata,” kata Liliek di ruang sidang, Rabu (4/1/2023).

Menurut Liliek, pembuktian kerugian keuangan negara sulit dilakukan. Sebab, sampai saat ini belum ada ketentuan yang mengatur perekonomian negara.

Hal ini berbeda dengan perhitungan kerugian negara. Aturan perhitungan kerugian jenis ini telah tersedia.

Sementara itu, kata Liliek, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa kerugian negara dan kerugian perekonomian negara harus nyata atau actual loss.

Dua kerugian ini tidak boleh hanya perkiraan, potential loss, maupun asumsi.

Berdasarkan uraian itu, hakim berpendapat perhitungan yang dikeluarkan Himawan itu tidak bisa menjadi dasar menentukan adanya kerugian perekonomian negara dalam kasus ini.

“Sehingga oleh karenanya unsur merugikan perekonomian negara tidak terpenuhi pada perbuatan terdakwa,” ujar Liliek.

Kejaksaan Agung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung ketut Sumedana menyatakan pihaknya akan mengajukan banding. Kejaksaan Agung menilai putusan majelis hakim tidak sesuai rasa keadilan masyarakat dan kerugian negara akibat krisis minyak goreng.

"Penuntut umum melakukan upaya hukum banding karena tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, terutama kerugian yang diderita masyarakat, yakni perekonomian negara dan termasuk kerugian negara," kata Ketut dalam keterangan tertulis, Rabu (4/1/2023).

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved