Sejarah dan Budaya

Cerita Bale Samar Sakra, Rumah Mistis Tempat Selendang Dewi Anjani Disemayamkan

Untuk bisa masuk ke halaman Bale Samar, hanya terdapat sebuah gerbang kayu yang di bagian atasnya terdapat tulisan “Basmalah”...

Penulis: Lalu Helmi | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
DOK. Tim Ekspedisi Mistis PDI Perjuangan NTB
Tim Ekspedisi Mistis PDI Perjuangan NTB dan Mi6 saat mendatangi Dusun Sawo, Desa Sakra, Kecamatan Sakra, Rabu (7/9/2022). 

Itu sebabnya, warga meyakini, ritual “Meriri” tersebut dianggap sebagai “pemberitahuan” bahwa akan ada peristiwa besar yang terjadi.

Dan oleh karena itu, masyarakat diingatkan untuk bersiap-siap, selalu berdoa, tetap waspada, dan bertawakkal kepada Yang Mahakuasa.

Saat ritual “Meriri” inilah benda-benda pusaka dikeluarkan dari dalam Bale Samar oleh Mangku. Benda-benda pusaka tersebut wujudnya beraneka.

Mulai dari keris, gong, dan juga selendang. Terdapat sebuah selendang yang tak akan dipindah dan tetap berada di Bale Samar.

Selendang tersebut diyakini milik Dewi Anjani yang memang disemayamkan di Bale Samar.

Selendang yang memiliki hiasan serupa emas tersebut diberi nama “Mbakirun”.

Hanya selendang duplikat yang dikeluarkan saat ritual. Selendang duplikat itu terdiri dari tiga warna.

Selama ritual, gong yang merupakan benda keramat juga dibunyikan. Gong itu bernama “Mata Seribu”.

Konon, kalau sudah dibunyikan, suara gong tersebut akan didengar oleh warga yang bermukim di pesisir timur Pulau Lombok di Selat Sumbawa, yang lokasinya 15 kilometer dari Bale Samar.

Dalam ritual ini juga akan dilakukan pengambilan air dari sumur khusus untuk diisi di dalam gentong yang ada di Bale Samar.

Air ini hanya bisa diambil oleh seorang perempuan yang sudah suci, sebutan untuk perempuan yang tidak lagi menstruasi atau menopause.

“Kalau ada perempuan yang mengaku sudah suci, tapi ternyata masih mestruasi, maka biasanya di tengah jalan, alat yang dipakai membawa air akan pecah dan terjatuh,” kata Lalu Muksin.

Warisan Datu Moter

Benda pusaka yang ada di dalam Bale Samar tersebut usianya juga tidak ada warga yang tahu persis. Namun, terakhir benda pusaka itu memang diwariskan pada “Datu Moter” yang juga telah mewarisinya secara turun temurun dari leluhurnya yang juga menjadi Mangku Bale Samar.

Kepala Desa Sakra, Lalu Anugerah, generasi keenam Datu Moter.

Dalam sejarah Lombok, Datu Moter yang bernama Lalu Mustiarep atau Lalu Mustiawang, adalah Kepala Daerah Lombok di masa pemerintahan kolonial Belanda.

Makam Datu Moter ada di Makam Dalam Lauq. Di batu nisannya tertulis, Datu Moter mangkat pada 27 Oktober 1949.

Menurut Lalu Anugerah, benda-benda pusaka yang ada di dalam Bale Samar berdasarkan penuturan turun temurun dari leluhurnya, antara lain Keris Patut Patuh Gose dan Keris Baru Jelenge.

Sementara itu, Ketua DPD PDIP NTB H Rachmat Hidayat mengatakan, dirinya tahu persis sejarah Bale Samar di Desa Sakra.

Anggota DPR RI ini memang berasal dari Rumbuk, desa yang berbatasan langsung dengan Desa Sakra.

Ia menuturkan, sejumlah tradisi dan ritual yang dijalankan masyarakat saat ini adalah ritual yang sudah dilakukan turun temurun semenjak dulu.

Di tahun 1963 saat dirinya masih SMP, Rachmat menyebut hanya dirinya orang luar yang saat itu dibolehkan Mangku untuk masuk Bale Samar.

Rachmat sendiri memang sudah dianggap sebagai anak oleh Mangku Bale Samar.

Sebab, keluarga Mangku Bale Samar yang secara turun temurun adalah juga pemimpin di Desa Sakra, merupakan muridnya ayahanda Rachmat, Guru Ramiah.

Di sisi lain, Sekretaris Tim Ekspedisi Mistis PDIP NTB dan Mi6 Ahmad Amrullah menjelaskan, tim ekspedisi secara khusus datang ke Bale Samar sebagai bagian dari upaya untuk menelusuri kekayaan budaya dan tradisi leluhur masyarakat Sasak yang masih dijalankan di sana.

“Kami berharap, dengan langkah yang dilakukan Tim Ekspedisi, maka generasi muda NTB tidak menjadi generasi yang kehilangan jati diri karena tidak mengenal kekayaan tradisi dari para leluhur mereka,” kata politisi muda PDI Perjuangan ini.

Selanjutnya Direktur Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 Bambang Mei Finarwanto didampingi Kepala Litbang Mi6, Zainul Pahmi menambahkan dalam konteks kearifan lokal.

Eksistensi Bale Samar merupakan representasi kekuatan tradisi dalam menjaga kehormatan petilasan leluhur yang diaktualisasikan lewat adanya Awig-awig maupun rangkaian ritual adat yang bernuansa sinkretisme.

"Mitologi Bale Samar itu sesungguhnya merupakan identitas Perekat Kultural dalam melestarikan simbol-simbol adat dan sejarah Leluhur yang pernah eksis agar fragmen kisahnya tidak terlupakan," tukas laki-laki yang akrab disapa Didu.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved