Sejarah dan Budaya
Cerita Bale Samar Sakra, Rumah Mistis Tempat Selendang Dewi Anjani Disemayamkan
Untuk bisa masuk ke halaman Bale Samar, hanya terdapat sebuah gerbang kayu yang di bagian atasnya terdapat tulisan “Basmalah”...
Penulis: Lalu Helmi | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
Konon, sang Mangku yang bisa berkomunikasi langsung dengan penghuni Bale Samar.
Saat ini, Mangku Bale Samar adalah Lalu Muksin. Namun, kepada Tim Ekspedisi Mistis PDIP dan M16, Lalu Muksin merendah dan menyebut dirinya masih belum secara resmi menjadi Mangku.
Mengingat belum ada persetujuan dari “penghuni” Bale Samar.
“Belum resmi menjadi mangku. Kalau bahasa kita, posisinya masih dievaluasi (penghuni),” kata pria yang murah senyum ini.
Lalu Muksin menggantikan ayahandanya yang sebelumnya menjadi Mangku Bale Samar. Sang ayahanda berpulang pada tahun 2010. Semenjak itu, Bale Samar menjadi tanggung jawab Lalu Muksin.
Siapa sebenarnya penghuni Bale Samar? Lalu Muksin menerangkan, sudah turun temurun, masyarakat meyakini, Bale Samar dihuni oleh Dewi Anjani.
Dalam mitos masyarakat Sasak yang mendiami Pulau Lombok, Dewi Anjani adalah manusia yang dianugrahi karomah (kesaktian) dengan mampu hidup di dua alam, yaitu alam manusia dan alam gaib (jin) serta ditugaskan oleh Allah untuk menunggu Gunung Rinjani.
“Banyak Bale Samar di Pulau Lombok. Tapi, Bale Samar yang ada di Sakra ini adalah induk dari Bale Samar lainnya,” tutur Lalu Muksin.
Secara berkala, warga akan menggelar ritual 'Meriri' di Bale Samar Sakra.
Ritual tolak balaq tersebut akan dilakukan manakala datang wangsit dari “Penghuni” Bale Samar.
Wangsit tersebut datang dengan cara beraneka ragam. Bisa melalui mimpi. Bisa pula melalui warga yang kesurupan dan biasanya dalam waktu yang lama.
Saat ritual “Meriri” itulah, warga datang berbondong-bondong ke Bale Samar. Warga tersebut tidak hanya dari Sakra. Namun, dari tempat-tempat yang jauh dari Sakra. Mereka menyebut dirinya “Kawule Bale”.
Lelaki, perempuan, dan anak-anak akan berkumpul di halaman luar Bale Samar.
Ritual biasanya berisi doa-doa yang dipanjatkan oleh Mangku. Lalu warga menyambutnya pula dengan lantunan salawat dan membaca tahlil.
Ritual “Meriri” terakhir digelar sebelum 2018. Sesaat sebelum gempa besar yang beruntun melanda Pulau Lombok.