PBH Mangandar Pertanyakan Perlakuan Istimewa Tersangka Pencabulan Anak Kandung

Pusat Bantuan Hukum (PBH) Mangandar mempertanyakan perlakuan istimewa aparat terhadap AA, mantan anggota DPRD NTB tersangka pelecehan anak kandung

TribunLombok.com/Sirtupillaili
Yan Mangandar, pendamping hukum dari BKBH Universitas Mataram 

Koalisi Anti Kekerasan Seksual Terhadap Anak di NTB terdiri hampir seluruh organisasi penggiat perlindungan anak dan isu kemanusiaan NTB.

Baca juga: Cabuli Anak Kandung, Mantan DPRD NTB Bebas, LPA: Restorative Justice Tak Pantas bagi Predator Anak

Koalisi juga didukung Dinas Pemberdayaan Perempuan, Pelindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) NTB, UPTD PPA dan DP3A Kota Mataram.

”Gerakan ini semata-mata untuk menuntut tegaknya hukum dan keadilan,” katanya.

Pertimbangan Kemanusiaan

AA (65), mantan anggota DPRD NTB, tersangka pelecehan seksual terhadap anak kandung saat sesi keterangan pers, di markas Polresta Mataram.
AA (65), mantan anggota DPRD NTB, tersangka pelecehan seksual terhadap anak kandung saat sesi keterangan pers, di markas Polresta Mataram. (TribunLombok.com/Sirtupillaili)

Sebelumnya, Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa menjelaskan, penahanan tersangka AA ditangguhkan karena ada pertimbangan kesehatan.

AA telah menyampaikan surat keterangan kesehatan dari rumah sakit, dia mengidap penyakit paru-paru kronis.

Baca juga: Lecehkan Anak Kandung, Keluarga Minta Eks Anggota DPRD NTB Dikebiri

Dokter menyarankan AA harus berada di tempat bersih, tidak berdebu, dan makanan tidak boleh sembarangan.

”Makanya lebih baik diserahkan kepada keluarga, tetapi tetap wajib lapor,” ujarnya.

Terkait kemungkinan diselesaikan melalui jalur restorative justice, Kadek Budi belum berani memastikan.

”Nanti kita lihat perkembangan berikutnya, kita juga belum dapat masukan dari teman-teman kejaksaan,” katanya.

Proses penyidikan terhadap kasus AA, menurut Kadek masih berjalan normal. Hanya saja proses penyidikan sedikit terhambat karena pihak pelapor justru ingin mencabut laporannya. Mereka juga tidak ingin ikut dalam proses selanjutnya.  

”Terus sempat kita ajak mereka rekonstruksi, mereka tidak mau rekonstruksi,” katanya.

Pihak pelapor juga telah menyampaikan, jika kasus tersebut lanjut sampai persidangan, mereka tidak mau hadir.

”Sehingga itu menjadi situasi yang harus kita pikirkan bersama,” katanya.

Kepolisian sampai saat ini belum pernah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved