Opini

Mencermati dan Memahami Penggunaan BTT dalam Kondisi Mendesak

Belanja Tidak Terduga (BTT) hadir sebagai instrumen kebijakan keuangan daerah yang memberi ruang bagi pemerintah untuk bergerak cepat

TRIBUNLOMBOK.COM/FIKRI
Staf Ahli Gubernur NTB Dr. H. Ahsanul Khalik, S.Sos., MH. Belanja Tidak Terduga (BTT) hadir sebagai instrumen kebijakan keuangan daerah yang memberi ruang bagi pemerintah untuk bergerak cepat menyelamatkan pelayanan publik dan menjaga keberlangsungan hidup masyarakat. 

(Telaah atas Pergub NTB No. 24 Tahun 2024 sebagai turunan PP 12/2019 dan Permendagri 77/2020)

Oleh: Dr. H. Ahsanul Khalik, S.Sos., MH 
Staf Ahli Gubernur NTB

Di tengah dinamika pembangunan daerah, kita sering dihadapkan pada kenyataan yang tidak selalu dapat direncanakan. Bencana datang tanpa salam, sarana vital bisa rusak seketika, dan kebutuhan mendasar warga serta kondisi mendesak menuntut jawaban segera. Pada saat-saat tak terduga inilah Belanja Tidak Terduga (BTT) hadir sebagai instrumen kebijakan keuangan daerah yang memberi ruang bagi pemerintah untuk bergerak cepat menyelamatkan pelayanan publik dan menjaga keberlangsungan hidup masyarakat.

Namun kecepatan tidak boleh lepas dari ketertiban. Karena itu, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menata mekanisme penggunaan BTT melalui Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 24 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pertanggungjawaban dan Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi Belanja Tidak Terduga (selanjutnya disebut Pergub 24/2024).

Pergub ini merupakan turunan langsung dari Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (PP 12/2019) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah (Permendagri 77/2020). Dengan kerangka hukum tersebut, kecepatan bertindak dan disiplin tata kelola keuangan dapat berjalan beriringan.

Baca juga: DPRD NTB Ketok APBD Perubahan 2025, Ingatkan Optimalisasi Pendapatan hingga Belanja Pegawai

1.  Apa yang Dimaksud Keadaan Darurat dan Keperluan Mendesak

Pergub 24/2024 Pasal 5 huruf a menyebutkan bahwa BTT digunakan untuk keadaan darurat dan/atau keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya, selaras dengan PP 12/2019 Pasal 69 ayat (2) dan Permendagri 77/2020 Lampiran Bab II Huruf D angka 4 huruf m.

Keadaan Darurat
Dijelaskan dalam Pasal 6 - 7 Pergub 24/2024, yaitu peristiwa di luar kendali pemerintah daerah, tidak diharapkan berulang, berdampak signifikan pada pelayanan publik atau keuangan daerah, dan disebabkan oleh :

- Bencana alam : gempa bumi, letusan gunung api, banjir bandang, kekeringan, tanah longsor, hingga kebakaran hutan karena alam.

- Bencana nonalam : wabah penyakit menular, epidemi, pencemaran lingkungan, kegagalan teknologi, dan kejadian luar biasa lain.

- Bencana sosial : konflik antar kelompok, kerusuhan, gangguan keamanan yang mengancam stabilitas daerah.

- Operasi pencarian dan pertolongan serta kerusakan mendadak pada sarana/prasarana vital yang menghambat layanan masyarakat.

Pasal 13 ayat (2) huruf a–b Pergub 24/2024 memberi dasar bahwa BTT dapat digunakan secara langsung setelah Gubernur menetapkan status tanggap darurat atau pejabat berwenang mengeluarkan surat keterangan resmi.

Keperluan Mendesak
Diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 25 Pergub 24/2024, yakni kebutuhan yang harus segera dipenuhi agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar atau menghentikan layanan publik, misalnya :

- Perbaikan mendadak fasilitas umum vital (jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit).

- Pembayaran kewajiban yang bersifat wajib dan tidak dapat ditunda, termasuk putusan pengadilan yang final dan mengikat.

- Pemenuhan standar pelayanan minimal di sektor pendidikan dan kesehatan.

- Pengendalian inflasi atau stabilisasi harga kebutuhan pokok saat terjadi lonjakan.

- Pelaksanaan amanat kebijakan baru yang muncul setelah APBD disahkan.

Mekanisme penggunaan BTT untuk kebutuhan mendesak dilakukan melalui pergeseran anggaran (Pasal 25 ayat (2)–(4) Pergub 24/2024) setelah ada kajian TAPD dan persetujuan resmi Gubernur.

2.  Tata Kelola yang Terukur dan Transparan

Pergub 24/2024 Pasal 25–29 merinci prosedur agar penggunaan BTT tetap tertib dan akuntabel :

1. Permohonan resmi dari perangkat daerah kepada Gubernur melalui TAPD dengan kajian mendalam tentang sifat mendesak kebutuhan tersebut (Pasal 25 ayat (1)).

2. Penelaahan TAPD dan rapat pembahasan yang dituangkan dalam berita acara dan rekomendasi (Pasal 27–28).

3. Keputusan Gubernur berupa persetujuan atau penolakan (Pasal 29). Jika disetujui, dilakukan perubahan RKA-SKPD dan penyesuaian Penjabaran APBD (Pasal 31–33).

4. Bila BTT tidak mencukupi, Pasal 12 Pergub 24/2024 memperbolehkan penjadwalan ulang program/kegiatan lain atau pemanfaatan kas daerah yang tersedia.

PP 12/2019 Pasal 3 ayat (1) juga menegaskan asas pengelolaan keuangan daerah yang tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Dan Permendagri 77/2020 Bab II Pasal 4 ayat (1) memberikan pedoman teknis agar mekanisme perubahan anggaran dan penggunaan BTT tetap sesuai prinsip akuntabilitas.

3.  Landasan Regulasi yang Mengokohkan

PP 12/2019 :
- Pasal 69 ayat (2) ~>BTT digunakan untuk keadaan darurat dan/atau keperluan mendesak.

- Pasal 3 ayat (1)~> pengelolaan keuangan daerah harus tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab.

Permendagri 77/2020 :
- Lampiran Bab II Huruf D angka 4 huruf m ~> BTT dipakai untuk keadaan darurat/mendesak yang tidak dapat diprediksi.

- Pasal 5–8 ~> pedoman teknis perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan perubahan anggaran termasuk BTT.

Pergub NTB No. 24/2024 :
- Pasal 5–8 ~> definisi dan kriteria keadaan darurat dan keperluan mendesak.

- Pasal 12 ~> penjadwalan ulang kegiatan bila BTT tidak cukup.

- Pasal 25–33 ~> mekanisme pengajuan, kajian TAPD, dan persetujuan Gubernur.

- Pasal 34–41 ~> pelaporan dan pertanggungjawaban penggunaan BTT.

Dengan payung hukum ini, setiap langkah penggunaan BTT memiliki rambu yang jelas: cepat dalam eksekusi, namun tetap tertib administrasi dan akuntabel secara hukum.

4.  Kaitan dengan SE Mendagri Nomor 900/833/SJ Tahun 2025

Pada Februari 2025, Kementerian Dalam Negeri menerbitkan SE Mendagri Nomor 900/833/SJ Tahun 2025 tentang Penyesuaian Pendapatan dan Efisiensi Belanja Daerah dalam APBD 2025 sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.
SE ini menekankan efisiensi belanja dan realokasi untuk mendukung sektor yang memberi dampak langsung bagi masyarakat.

Tujuh langkah efisiensi menurut SE ini :

1. Membatasi kegiatan seremonial/studi banding/FGD.

2. Mengurangi perjalanan dinas hingga 50 persen.

3. Membatasi honorarium dan tim kerja.

4. Mengurangi belanja pendukung yang tidak memiliki output terukur.

5. Memfokuskan belanja pada kinerja pelayanan publik.

6. Lebih selektif dalam pemberian hibah.

7. Menyesuaikan belanja yang bersumber dari Transfer ke Daerah (TKD).

Hasil penghematan diarahkan pada tujuh tema prioritas : pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan sanitasi, pengendalian inflasi, stabilitas harga pangan, penyediaan cadangan pangan, serta program pro-kesejahteraan dan lapangan kerja.

Dalam konteks keperluan mendesak, SE ini menegaskan bahwa penggunaan BTT harus tetap mempertimbangkan efisiensi dan diarahkan pada tema prioritas yang memberi dampak nyata bagi masyarakat. Bila BTT tidak mencukupi, daerah dapat memperkuatnya dengan penghematan dari pos-pos yang kurang produktif dan melakukan pergeseran anggaran sesuai prosedur Pasal 25–31 Pergub 24/2024.

5.  Menjawab Polemik dengan Tenang dan Jernih

Perbedaan pandangan tentang penggunaan BTT adalah hal yang wajar sebagai wujud kepedulian publik terhadap tata kelola keuangan daerah. Namun penting dicatat bahwa setiap penggunaan BTT memiliki dasar hukum yang kuat :

- PP 12/2019 Pasal 69, 

- Permendagri 77/2020 Lampiran Bab II Huruf D angka 4 huruf m,

- Pergub NTB No. 24 Tahun 2024 Pasal 5–41,

- serta arahan efisiensi melalui SE Mendagri 900/833/SJ Tahun 2025.

Dengan kerangka hukum ini, pemerintah daerah memiliki ruang gerak yang sah untuk merespons keadaan mendesak demi melindungi masyarakat dan menjaga pelayanan publik tetap berjalan. Sementara itu, mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban yang diatur Pasal 34–41 Pergub 24/2024 memastikan bahwa kecepatan tidak mengorbankan akuntabilitas.

Semoga uraian ini memberi kejelasan dan pemahaman yang utuh, sehingga penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) dapat dilihat dalam kerangka hukum dan tata kelola keuangan daerah yang berlaku cepat untuk merespons keadaan luar biasa, namun tetap berlandaskan efisiensi, transparansi, dan kepatuhan pada peraturan perundang-undangan.

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved