NTB Makmur Mendunia
Pemprov NTB Andalkan 'Desa Berdaya' untuk Tekan Stunting
Angka stunting NTB masih fluktuatif mencapai 29,8?ta SSGI 2024 dengan Lombok Utara dan Lombok Timur menjadi zona merah.
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Idham Khalid
Ringkasan Berita:
- Angka stunting NTB masih fluktuatif mencapai 29,8 persen data data SSGI 2024), dengan Lombok Utara dan Lombok Timur menjadi zona merah.
- Penurunan stunting akan dipusatkan melalui program “Desa Berdaya” dengan sasaran 106 desa.
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Penurunan angka stunting di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi prioritas pemerintah daerah, salah satunya melalui program Desa Berdaya yang digagas Gubernur Lalu Muhamad Iqbal.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) NTB, Lalu Hamzi Fikri menjelaskan, angka stunting di NTB mengalami fluktuasi. Data survei status gizi Indonesia (SSGI) 2024, angka stunting di NTB sebesar 29,8 persen.
“Kita di setiap tahun ini kan terjadi kenaikan dan penurunan jadi kita pernah turun di sampai 8,1 persen, pernah kita naik 5,2 persen sehingga data terakhir 29,8 persen,” kata Fikri.
Fikri menjelaskan, pemerintah provinsi nantinya akan fokus penurunan stunting di desa yang menjadi sasaran ‘desa berdaya’ yang jumlahnya di tahap pertama nanti 106 desa.
Kemudian di masing-masing kabupaten/kota juga, akan melakukan intervensi sesuai dengan lokasi yang sudah ditetapkan sebanyak 218 desa.
“Jadi ini konsepnya program nasional yang kita iriskan dengan program desa berdaya, intervensi ini juga selaras dengan kabupaten/kota,” kata Fikri.
Data SSGI menunjukan dua kabupaten di NTB masuk zona merah, yakni Lombok Utara 35,3 persen dan Lombok Timur 33 persen.
Fikri mengatakan, intervensi ini tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja, namun semua stakeholder termasuk pihak swasta melalui CSR-nya.
NTB bersama Jawa Barat dan Jawa Tengah itu masuk 16 besar provinsi yang masih terdapat balita stunting. Ia mengatakan penyebabnya 54 persen keluarga tidak mendapatkan pendampingan.
“Di sini peran desa, kader-kader di desa, BKKBN juga memiliki peran untuk memberikan pendampingan,” kata Fikri.
Selain itu kata Fikri, kelompok sosial yang rentan terkena stunting ini di kelompok usia 24 sampai 36 bulan bahkan saat ini angkanya mencapai 35 persen.
Saat ini pusat melalui puskesmas juga sudah memberikan makanan tambahan sebagai bentuk intervensi, hal yang sama juga dilakukan oleh pemerintah daerah.
Baca juga: Lombok Timur dan KLU Masuk Zona Merah Stunting, Pemprov NTB Siapkan Program di Tahun 2026
Fikri juga mengungkapkan sebagian besar balita stunting ini berasal dari keluarga miskin, maka penguatan ditingkat desa akan dilakukan melalui program desa berdaya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lombok/foto/bank/originals/TEKAN-STUNTING-321.jpg)