Opini
Gus Dur dan Kepahlawanan Kemanusiaan di Tengah Keberagaman
Di tengah realitas sosial Indonesia yang plural, Gus Dur melihat keberagaman bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai anugerah.
Editor:
Sirtupillaili
KOMPAS.com / Agus Susanto
Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur saat masih hidup.
Menjadi pahlawan hari ini tidak menuntut kita mengangkat senjata. Kadang kepahlawanan hadir saat kita memilih tidak membalas kebencian dengan kebencian.
Pahlawan muncul ketika seseorang menolong orang lain tanpa bertanya apa agamanya, dari mana asalnya, atau siapa keluarganya.
Gus Dur mungkin sudah tiada, tetapi gagasannya terus hidup. Ia mengajarkan bahwa Indonesia hanya bisa berdiri tegak jika semua manusia diperlakukan setara.
Dalam pluralisme, kita menemukan wajah Indonesia yang sebenarnya. Dalam nilai kemanusiaan, kita menemukan kemerdekaan yang sesungguhnya.
Pada Hari Pahlawan ini, mari kita teruskan warisan moral Gus Dur. Jadilah pahlawan dengan cara paling sederhana namun paling berharga:
menjadi manusia yang memanusiakan manusia.
Berita Terkait:#Opini
| Sultan Muhammad Salahuddin Bima XIV: Cahaya dari Dana Mbojo |
|
|---|
| Taman Budaya NTB yang Malang dan Terbelakang |
|
|---|
| IPM NTB Tumbuh di Atas Rata-Rata Nasional: Saatnya Berhenti Menertawai Diri, Mari Menguatkan Ikhtiar |
|
|---|
| Kecimol dan Kesasakan Kita: Menemukan Cermin Akhlak dan Budaya |
|
|---|
| Pernikahan Dini: Penyebab Perceraian dan Upaya Mengatasinya dalam Perspektif Hukum Keluarga Islam |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lombok/foto/bank/originals/presiden-keempat-ri-abdurrahman-wahid-alias-gus-dur.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.