Tingginya semangat perjuangan Sitti Raihanun menjadi pertimbangan para petinggi organisasi NW.
Sehingga Sitti Raihanun mendapat amanat jabatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan pada Muktamar X, tanggal 24-26 Juli 1998 di Praya, Lombok Tengah.
Terpilihnya Sitti Raihanun sebagai ketua umum mengundang reaksi dan gejolak di internal organisasi NW.
Di tengah pro kontra, Sitti Raihanun mampu membuktikan diri sebagai penerus ayahandanya dalam memperjuangkan organisasi.
Berbagai keberhasilan dalam memimpin organisasi dapat diwujudkan.
TGKH Lalu Gede Muhammad Zainuddin Atsani dalam tulisannya menyaksikan sendiri perjuangan Sitti Raihanun yang tidak kenal lelah, waktu dan tempat demi membesarkan organisasi.
Di bawah kepemimpinannya, NW semakin berkembang. Terbukti dengan pesatnya pertumbuhan jumlah madrasah NW dan madrasah NWDI-NBDI.
Pada umumnya madrasah belum membedakan siswa banat (siswa perempuan) dengan banin (siswa laki-laki).
Guna memisahkan tullab (siswa) banin dan tullab banat, didirikanlah Madrasah NWDI untuk banin dan NBDI tullab banat.
Berdasarkan data yang ada, jumlah madrasah pada era Maulana Syaikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid hingga akhir hayatnya (1953 M - 1997 M) berjumlah 747 buah madrasah.
Di bawah kepemimpinan Sitti Raihanun, pertumbuhan organisasi cukup pesat.
Sitti Raihanun mampu menyebarkan NW ke-18 provinsi di seluruh Indonesia, lengkap dengan pengurus wilayah masing-masing.
Begitu juga dengan pertumbuhan jumlah madrasah, baik Madrasah NW, Madrasah NWDI dan Madrasah NBDI, yang hingga kini mencapai 925 unit madrasah.
Setiap kali Sitti Raihanun melakukan kunjungan ke berbagai daerah, dia mendirikan minimal satu madrasah NW.
Bagi TGKH Lalu Gede Muhammad Zainuddin Atsani, ada dua hal keteladanan yang dapat dipelajari dari kepemimpinan Sitti Raihanun.
Pertama, setiap langkah dan kebijakan organisasi dititikberatkan pada ke-mengertian-nya arah perjuangan organisasi sesuai dengan yang dikhittahkan Maulana Syaeh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
Kedua, dalam menentukan setiap keputusan, Sitti Raihanun tidak puas tanpa hasil istikharah.
(*)