Polda NTB: Restorative Justice Tidak Berlaku untuk Pencabulan Anak oleh Mantan Anggota DPRD

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

HEARING: Koalisi anti kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan hearing ke Polda NTB sambil membawa poster, Kamis (25/3/2021).

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) memastikan tidak ada restorative justice dalam kasus pencabulan anak kandung oleh AA (65), mantan anggota DPRD NTB.

”Berkas perkaranya sudah masuk kejaksaan. Ini bukan delik aduan, ini delik formil, mutlak. Jadi tidak ada restorative justice,” tegas Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol Hari Brata, saat menemui koalisi anti kekerasan seksual, di Polda NTB, Kamis (25/3/2021).

Menurutnya, tidak semua kasus bisa diterapkan restorative justice.

Pencabulan anak kandung oleh AA, mantan anggota DPRD NTB tidak bisa disamakan dengan kasus ibu-ibu di Lombok Tenhah.

Baca juga: Mantan DPRD NTB Lecehkan Anak Kandung, Pengacara Korban Dorong Selesaikan Lewat Restorative Justice

Penerapan restorative justice memperhatikan dampak sosial dan duduk perkara kasus tersebut.

Tonton Juga :

”Terhadap kekerasan perempuan dan anak, ini tidak dapat dilakukan restorative justice,”katanya.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Restorative Justice Kasus Pencabulan oleh Mantan DPRD NTB

Kekerasan seksual anak kandung (inses) yang dilalukan AA, tidak bisa dianggap main-main.

”Kita tidak bisa melihat kasus ini sepele, karena dampaknya besar,” tegasnya.

Polisi, kata Brata, dalam kasus tersebut punya komitmen kuat untuk menuntaskan perkara tersebut sampai tuntas.

Perlindungan terhadap perempuan dan anak menjadi atensi khusus negara.

”Kita semua punya ibu, saya punya anak perempuan, punya istri, orang tua,” katanya.

Sehingga dia memerintahkan kepada Kasatreskrim Polresta Mataram untuk menangani kasus itu sampai tuntas.

”Lurus. Tidak ada dibengkok-bengkokkan. Jangan dipermainkan,” tegasnya.

Meski saat ini penahanan AA ditangguhkan, Brata menjelaskan, hal itu dikabulkan karena pelaku AA sakit parah.

Daripada menjadi beban Polresta Mataram, dia pun diizinkan keluar.

Baca juga: Cabuli Anak Kandung, Mantan DPRD NTB Bebas, LPA: Restorative Justice Tak Pantas bagi Predator Anak

”Tapi tetap wajib lapor. Masih terus bolak balik lapor,” katanya.

Brata menegaskan, kasus pencabulan anak kandung oleh AA akan dituntaskan sampai selesai atau tidak akan pernah dihentikan di tengah jalan.

4 Isu

Dalam hearing tersebut, koalisi anti kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan menyampaikan empat poin penting.

Salah isu utamanya, mendesak Polda NTB menuntaskan kasus AA sampai tuntas dan tidak melalui restorative justice.

Yan Mangandar, anggota tim koalisi dari PBH Mangandar mengatakan, empat isu yang disampaikan dalam hearing tersebut.

Baca juga: Lecehkan Anak Kandung, Keluarga Minta Eks Anggota DPRD NTB Dikebiri

Pertama, terkait kasus pencabulan anak kandung dengan tersangka AA, mantan anggota DPRD NTB.

Pengaduan etik oknum polisi di kasus 4 IRT. Kasus video viral yang dianggap menghina perempuan dalam bahasa Sasak.

Serta apresiasi kepada pihak kepolisian terkait penuntasan kasus kekerasan seksual dengan korban D di Lombok Utara.

Anggota koalisi terdiri dari 31 lembaga, antara lain Relawan Sahabat Anak (RSA), Lembaga Advokasi Rakyat untuk Demokrasi (LARD), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Yayasan Tunas Alam Indonesia (Santai), Solidaritas Perempuan (SP).

Yayasan Disabilitas Berkarya (Askara), LBH Apik, Lembaga Perlindungan Anak NTB, Formapi, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), BKBH Fakultas Hukum Universitas Mataram, Yayasan Galang Anak Semesta (Gagas) dan PBH Mangandar.

Selanjutnya LPA Kota Mataram, Sekumpulan Solusi Anak Bangsa, Inspirasi, LBH Pelangi, LBH Kawal Keadilan NTB, PKBI.

Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), RPPA Kota Mataram, FITRA NTB, LBH Parewa, Laskar NTB, Posbakum Pimpinan Wilayah Aisyiyah, Somasi NTB, GPAN, Endri’s Foundation, Kasta, Jalur, dan LPA Dompu.

(*)

Berita lain kasus kekerasan seksual dan pelecehan

Berita Terkini