Tambang Ilegal NTB

Guru Besar Unram Soroti Persoalan Tambang Ilegal di NTB

Prof. Arba menyoroti dinamika regulasi pertambangan di Indonesia yang kerap mengalami perubahan.

Penulis: Rozi Anwar | Editor: Idham Khalid
Dok. Istimewa
TAMBANG ILEGAL NTB - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mataram, Prof. Arab. Ia menyoroti persoalan tambang di NTB. 

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Penambangan ilegal masih menjadi persoalan kompleks di Nusa Tenggara Barat (NTB). Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mataram, Prof. Arab, menegaskan bahwa ketegasan penegakan hukum harus menjadi benteng terakhir dalam menjaga kelestarian lingkungan dari maraknya aktivitas tambang tanpa izin.

Dalam penjelasannya, Prof. Arba menyoroti dinamika regulasi pertambangan di Indonesia yang kerap mengalami perubahan.

“Terjadi perubahan perundang-undangan sampai sekarang, terakhir Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025, perubahan ketiga dari UU Nomor 4 Tahun 2009,” jelasnya, Jumat (22/8/2025).

Menurutnya, dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 terdapat pengaturan yang membagi kewenangan perizinan tambang berdasarkan golongan.

“Pada UU 2009, izin tambang untuk golongan A (emas) menjadi kewenangan pusat, golongan B di provinsi, dan golongan C (pasir, batu) di kabupaten/kota,” terang Prof. Arba

Namun, perubahan aturan justru menimbulkan persoalan baru. Ia mencontohkan masyarakat di NTB enggan mengurus izin karena kewenangan ditarik ke provinsi.

“Fenomena itu mengakibatkan terutama tambang-tambang rakyat banyak yang tidak mengurus izin. Banyak yang malas mengurus izinnya di provinsi,” katanya.

Ia juga menyoroti kasus pertambangan emas ilegal di Sekotong, Lombok Barat, yang telah berlangsung bertahun-tahun tanpa kejelasan hukum.

“Jangankan golongan C, yang golongan A (emas) saja seperti tambang emas di Sekotong itu justru tiga tahun kok ilegal terus. Pengelolaannya digali menggunakan alat berat,” tegasnya.

Prof. Arba menilai persoalan tambang ilegal bukan hanya soal kewenangan perizinan, tetapi juga terkait rendahnya kesadaran hukum baik masyarakat maupun penguasa.

“Konon katanya tambang Sekotong itu di-backup orang-orang tertentu. Bukan saja orang sini, tapi ada cukong-cukong dari pusat. Kompleks soal tambang ini,” ungkapnya.

Selain itu, ia juga menyoroti ketidakadilan regulasi yang membebani masyarakat kecil dengan berbagai izin dan pajak, sementara pelaku besar justru dibiarkan beroperasi tanpa izin.

“Masyarakat dibebani dengan berbagai izin terkait pajak, sementara orang-orang tertentu itu tidak bertanggung jawab. Izin saja tidak dilakukan,” ucapnya.

Terkait mekanisme pengawasan, Prof. Arba menegaskan bahwa pemberian izin seharusnya tidak hanya formalitas, melainkan harus diikuti dengan pengawasan ketat.

“Kewenangan negara itu menguasai bumi, air, dan tanah. Jadi kewenangan itu diawali dengan aturan, lalu melaksanakan aturan. Kalau negara tidak mampu mengelola, ya kerjasama dengan investor. Tapi tidak hanya memberikan izin lalu lepas tangan,” paparnya.

Baca juga: Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Ilegal, Tokoh Publik Diminta Jadi Penentu Arah NTB

Halaman
12
Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved