Pencabulan di Ponpes Lombok

JPU Ungkap Tuan Guru di Lombok Tengah  Perkosa Santri di Ruang Kelas, Kini Dituntut 19 Tahun Penjara

pimpinan Pondok Pesantren di Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah cabuli santri dituntut 19 tahun penjara.

Penulis: Sinto | Editor: Idham Khalid
Dok. Istimewa
SIDANG PEMERKOSAAN SANTRI - JPU Kejaksaan Negeri Lombok Tengah saat membacakan tuntutan terhadap terdakwa oknum Tuan guru yang memperkosa santriwatinya dalam sidang di Pengadilan Negeri Lombok Tengah, Selasa (1/7/2025). 

Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Sinto

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TENGAH - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Lombok Tengah telah membacakan tuntutan pidana terhadap terdakwa oknum tuan guru inisial MT dalam perkara tindak pidana perlindungan anak yang digelar secara tertutup, Selasa (1/7/2025).

Jaksa mengungkap beberapa aksi bejat yang dilakukan oleh pimpinan pondok pesantren tersebut kepada santriwatinya. 

Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, I Made Juri Imanu, mengatakan, pimpinan salah satu Pondok Pesantren di Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah ini diduga melakukan persetubuhan terhadap anak di bawah umur yang juga merupakan santri watinya. 

"Karena Terdakwa MT merupakan pimpinan ponpes yang memiliki relasi kuasa dengan anak korban sehingga anak korban dapat dengan mudah dibujuk rayu oleh Terdakwa MT untuk bersetubuh," jelas I Made Juri dalam keterangan resmi, Kamis (3/7/2025). 

Dikatakan I Made Juri, sebelumnya terdakwa MT juga pernah memaksa anak korban untuk bersetubuh diruang kelas pondok pesantren.

Aksi bejat tuan guru tersebut bersesuaian dengan fakta persidangan yang berkaitan dengan serangkaian alat bukti yang dihadirkan oleh Penuntut Umum dalam proses persidangan. 

Baca juga: Kronologi Pencabulan Bocah 3 Tahun oleh Kakeknya di Lombok Tengah

Pihaknya menilai bahwa perbuatan terdakwa MT telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan persetubuhan terhadap anak yang dilakukan oleh tenaga pengajar sebagaimana yang diatur dalam dakwaan alternatif kedua. 

Oknum tuan guru melanggar Pasal 81 ayat (2) Jo (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana terakhir diubah dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan PERPU Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Ke Dua Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Atas perbuatannya, JPU menuntut agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan:

Pidana penjara selama 19 (sembilan belas) tahun;

Pidana denda sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan;

Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.

Lebih lanjut I Made Juri menyampaikan, tuntutan ini diajukan sebagai bentuk komitmen Kejaksaan Negeri Lombok Tengah dalam menegakkan hukum dan melindungi hak-hak anak sebagai korban tindak pidana seksual, khususnya yang dilakukan oleh orang yang memiliki posisi atau relasi kuasa, seperti pendidik. 

"Sidang selanjutnya akan dilanjutkan pada hari Selasa tanggal 8 Juli 2025 dengan agenda pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya (pledoi)," jelas I Made Juri. 

Pihaknya mengimbau kepada masyarakat terutama orang tua untuk dapat selalu mengawasi terhadap setiap pergaulan dan interaksi sosial anak sebagai bentuk antisipasi terhadap potensi tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual terhadap anak, 

Sementara untuk korban kekerasan atau ancaman kekerasan seksual, pihaknya juga menghimbau untuk jangan takut dan segan melaporkan kepada aparat penegak hukum setiap tindakan kekerasan seksual baik yang dilihatnya ataupun dialaminya sendiri.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved