Opini

Kegagalan UIN Mataram dalam Memberikan Ruang Aman bagi Perempuan

Kasus pelecehan seksual yang terjadi di UIN Mataram saat ini tentu bukanlah insiden individual, melainkan cerminan dari gagalnya kampus UIN Mataram

Editor: Laelatunniam
ISTIMEWA
OPINI : Mar'Atun Sholehah, Sekertaris FMN Rantinh UIN Mataram. Opini mengenai kasus pelecehan seksual yang terjadi di UIN Mataram. 

Oleh : Mar'Atun Sholehah, Sekertaris FMN Rantinh UIN Mataram

TRIBUNLOMBOK.COM - Kasus pelecehan seksual yang terjadi di UIN Mataram saat ini tentu bukanlah insiden individual, melainkan cerminan dari gagalnya kampus UIN Mataram dalam melindungi dan memberikan jaminan rasa aman bagi para mahasiswanya.

Alih-alih menjadi ruang aman bagi pertumbuhan pengetahuan dan moral, kampus justru berubah menjadi tempat untuk membungkam korban dan melanggengkan impunitas pelaku.

Di sisi lain, narasi mengenai menjaga nama baik kampus sering kali dijadikan sebagai tameng untuk menolak keterbukaan informasi. Hal ini, tentu saja, semakin memberikan ruang aman bagi para pelaku.

Baru-baru ini, kasus pelecehan seksual yang mencuat di UIN Mataram kembali menegaskan bahwa fenomena ini bukanlah kejadian tunggal, melainkan bagian dari persoalan yang jauh lebih besar, yakni pelecehan seksual sebagai fenomena gunung es di lingkungan kampus.

Banyak kasus yang tidak pernah terungkap ke permukaan, entah karena korban enggan melapor akibat takut akan stigma, tekanan sosial, atau karena tidak adanya mekanisme perlindungan yang berpihak pada korban.

Namun, lebih dari itu, pelecehan seksual di dalam kampus juga tidak bisa dilepaskan dari relasi kuasa yang timpang antara birokrasi dan korban, antara pelaku yang memiliki otoritas kekuasaan dengan mahasiswa, yang memiliki ketergantungan secara akademik karena membutuhkan penilaian yang menentukan kelulusan.

Hal inilah juga yang menjadikan kampus sebagai ruang subur bagi kekerasan seksual untuk terus berkembang biak secara diam diam.

Dalam temuan hasil investigasi tercatat dari tahun 2021-2025 ada sebanyak 25 kasus yang telah di tangani oleh Satgas UIN Care, namun saat ini yang nampak di permukaan hanyalah 7  yang berhasil teridentifikasi.

Ironisnya rata-rata korban ialah yang tinggal di mahad dan mendapatkan beasiswa.

Hal ini menandakan bahwa kampus telah terbukti gagal secara sistemik dalam melindungi hak-hak dasar mahasiswa, khususnya perempuan yang sangat membutuhkan rasa aman dalam belajar dan jauh dari tindakan intimidasi.

Selain itu situasi ini di perparah dengan tidak di dukungnya satgas PPKS UIN Care, oleh birokrasi kampus.

Alih-alih di berikan dukungan secara structural yang memadai, UIN Care justru dihambat secara sistematis dengan budaya birokratik yang anti kritik dan lebih mengedepankan kepentingan institusional daripada keadilan bagi paran korban.

Akibatnya satgas PPKS menjadi Lembaga formalitas dan disfungsi. 

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved