Opini

Menjernihkan Kontribusi Sektor Pertambangan untuk  Pertumbuhan Ekonomi NTB

Serapan tenaga kerja pertambangan jauh di bawah serapan pertanian angka 32,5 persen, atau serapan sektor pariwisata (akomodasi) sebesar 7,23 persen.

Editor: Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM/DZUL FIKRI
Lalu Pahrurrozi, ST, MIE 

Oleh: Lalu Pahrurrozi, ST, MIE
*Penggemar Data Statistik, Analis Kebijakan Nusra Institute
 

Sebagian warga membaca situasi perekonomian NTB hari ini dengan pesimis, entah pesimisme itu lahir dari bias dukungan politik pada Pilkada 2024, atau entah karena alasan lainnya. Tapi statistiknya memang mencatat demikian. 

Perekonomian NTB pada triwulan pertama tahun 2025 mengalami kontraksi sebesar -1,47 persen. Kontraksi ini lanjutan tren pelemahan ekonomi pada  triwulan IV tahun 2024, dimana perekonomian NTB juga mengalami kontraksi sebesar -0,5 persen.  
 
Apakah perekonomian NTB secara statistik melemah? Banyak isu yang bisa disodorkan sebagai jawaban atas pertanyaan itu, misalnya isu global akibat kebijakan Trump, kebijakan nasional terkait efisensi belanja, atau transisi kepemimpinan lokal yang memerlukan waktu untuk melakukan konsolidasi. 

Jawaban-jawaban ini bisa kita perdebatkan. Tapi, sebenarnya data BPS terkait perlambatan ekonomi NTB, sebenarnya menawarkan sisi yang lain, pembacaan yang berbeda. Misalnya, jika sektor pertambangan diabaikan, maka pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan I mencapai 5,8 persen. 

Angka pertumbuhan ini melampui pertumbuhan ekonomi Bali (dengan tambang atau tanpa tambang) yang berada pada kisaran 5,52 persen, juga melampui pertumbuhan NTT yang mencapai 4,55 persen. 

Juga melampui capaian pertumbuhan nasional di angka agregat 4,87 persen atau capaian pertumbuhan nasional tanpa tambang di angka 5,4 persen.  
 
Memang struktur perekonomian NTB agak berbeda dengan mayoritas wilayah lainnya. Sektor pertambangan dengan jenis mineral utama emas, membentuk 16 persen struktur perekonomian NTB, kontribusi sektor tambang ini melemah jika dibandingkan dengan data pada Triwulan 1 tahun 2024 yang menyumbang 21,1 persen untuk perekonomian NTB

Data tersebut juga memperlihatkan ketergantungan perekonomian NTB terhadap sektor pertambangan cukup tinggi.  
 
Tapi ketergantungan dalam hal apa? Dari sisi struktur tenaga kerja NTB, sektor pertambangan dengan nilai 36,6 Triliun di tahun 2024 hanya menyerap 1,29 persen tenaga kerja saja. 

Serapan tenaga kerjanya jauh dibawah serapan sektor pertanian pada angka 32,5 persen, atau serapan sektor pariwisata (akomodasi) sebesar 7,23 persen padahal nilainya di tahun 2024 hanya 3,2 Triliun.  
 
Selain itu, menurunnya produksi sektor pertambangan tidak secara langsung berdampak pada berkurangnya pendapatan tenaga kerja, karena gaji pekerja tambang tidak akan mengalami koreksi.

Berbeda halnya dengan berkurangnya nilai sektor pariwisata itu berarti berkurangnya jumlah kunjungan wisatawan yang langsung berdampak pada pengurangan nilai jasa bagi pekerja pada sektor itu.
 
Dari sisi hubungan sektor pertambangan dengan sektor perekonomian lainnya relatif terbatas, tidak kuat. Hal itu terlihat dari menurunnya produksi tambang sebesar -30,14 persen tidak berdampak signifikan bagi sektor perekonomian lainnya. Belasan sektor lainnya (di luar sektor konstruktsi) tumbuh positif pada triwulan pertama ini. 

Mungkin yang cukup terpengaruh dengan berkurangnya kontribusi sektor pertambangan adalah realisasi pendapatan daerah. 

Dengan pengurangan produksi tambang, tentu berdampak pada pengurangan margin keuntungan perusahaan yang secara langsung akan berdampak pada penerimaan daerah berupa dana bagi hasil juga kontribusi IUPK yang akan diterima oleh pemerintah daerah.
 
Tapi, ini bukanlah kiamat, masih banyak peluang bagi NTB untuk tumbuh lebih sehat, dengan melakukan diversifikasi sektor-sektor pertumbuhan ekonomi pada masa mendatang.

(bersambung)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved