Truk Sapi Antre di Gili Mas

Lima Hari Tertahan di Gili Mas, Peternak Sapi Bima Terjepit Ongkos dan Ancaman Kerugian

Truk-truk yang membawa ratusan ekor sapi ini sudah lima hari mengantre di Pelabuhan Gili mas untuk menunggu jadwal keberangkatan ke Pulau Jawa

Penulis: Ahmad Wawan Sugandika | Editor: Idham Khalid
TRIBUNLOMBOK.COM/WAWAN SUGANDIKA
TRUK PENGANGKUT TERTAHAN - Sejumlah Sopir hingga peternak sapi di Pelabuhan Gili Mas yang hingga kini masih tertahan dan menunggu jadwal keberangkatan, Rabu (23/4/2025).  

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT - Puluhan truk toronton pengangkut sapi masih tertahan di Pelabuhan Gili Mas, Lombok Barat, hingga Rabu (23/4/2025).

Truk-truk yang membawa ratusan ekor sapi ini sudah lima hari mengantre untuk menunggu jadwal keberangkatan ke Pulau Jawa, namun belum mendapat kepastian.

Di tengah sengatan matahari pelabuhan, para peternak dan sopir bertahan dalam kondisi serba terbatas. Mereka berupaya semampunya menjaga sapi tetap hidup dengan memberi makan seadanya dan menutupi truk dengan terpal untuk menghindari dehidrasi.

“Kalau saya yang saya pikirkan saat ini bukan hanya saja diri sendiri, namun apa yang menjadi muatan kita. Binatang-binatang ini sangat berisiko karena kendalanya panas dan siklus udara di atas truk yang bisa sewaktu-waktu menyebabkan mereka mati lemas,” ujar Hermansyah, peternak asal Bima yang ditemui di lokasi.

Hermansyah menjelaskan bahwa pengantaran sapi bukan sekadar urusan jual beli.

“Sapi-sapi ini tumpuan hidup keluarga kami di kampung. Tapi sekarang kami sudah kehabisan uang dan waktu,” lanjutnya.

Dalam satu kali pengiriman, Hermansyah mengaku membawa 10 ekor sapi dengan biaya sekitar Rp30 juta.

Baca juga: Perampingan OPD Pemprov NTB, 194 Pegawai Diperkirakan Akan Kehilangan Jabatan

Ia merincikan, satu ekor sapi yang dikirim dengan bayar Rp1,5 juta untuk naik ke truk, ongkos itu belum termasuk biaya ekspedisi yang bisa sampai Rp10 juta.

“Sisa uang untuk kita bertahan jadinya cuman Rp5 juta, sedang untuk 4 hari saja kita di sini sudah menghabiskan Rp1 jutaan untuk makan dan lainnya,” katanya.

Dirinya merasa terjepit antara pulang tanpa hasil atau terus menunggu dengan ongkos yang terus membengkak.

“Kalau ditanya buntung atau untung, kami lebih ke buntung, Pak. Ongkos habis di jalan, belum lagi bayang-bayang merugi imbas sapi yang dibawa turun harga,” ungkap Hermansyah dengan nada kecewa.

Senada dengan itu, Zubair, peternak lainnya, mengaku telah melelang sebagian sapinya karena kondisinya mulai melemah akibat panas yang menyengat.

Sementara itu, Koordinator Asosiasi Peternak dan Pedagang Sapi Bima Indonesia, Furkan Sangiang, menyebut bahwa hingga 22 April 2025, tercatat sudah ada 16 ekor sapi yang mati akibat terlalu lama menunggu di pelabuhan.

“Sekarang sudah 16 ekor yang mati. Pemerintah benar-benar tidak peduli. Gubernur hingga saat ini belum memberikan koordinasi,” kata Furkan dengan nada kecewa.

Menurutnya, jumlah sapi yang mati tahun ini melonjak drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya.

“Kalau tahun-tahun sebelumnya paling dua ekor yang mati,” jelasnya.

Furkan juga mengungkapkan, saat ini hanya 7 hingga 10 truk yang bisa diseberangkan setiap hari. “Antrean sudah terjadi sejak 16 April di Poto Tano, dan dua hari kemudian mulai menumpuk juga di Gili Mas,” ujarnya.

Ratusan truk pengangkut sapi dari Bima, Sumbawa, tersebut bertujuan memenuhi permintaan sapi kurban di Pulau Jawa menjelang Iduladha. Namun, keterlambatan dan antrean panjang kini mengancam kerugian besar bagi para peternak.

“Kalau tidak segera ada langkah konkret, kerugian akan terus bertambah. Kami minta pemerintah turun tangan,” tegas Furkan.

Ia juga mengimbau agar peternak lainnya mempertimbangkan kembali waktu pengiriman agar tidak merugi.

“Kami minta teman-teman peternak melihat kondisi di lapangan. Jangan sampai membludak dan malah merugikan diri sendiri,” tutupnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved