Demo PPPK di NTB
5 Fakta Ribuan Calon PPPK NTB Demo Tolak Penundaan Pengangkatan
Berikut lima fakta menarik soal aksi protes calon PPPK di NTB atas penundaan pengangkatan hingga 2026
TRIBUN LOMBOK.COM, MATARAM – Ribuan Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) turun ke jalan menggelar aksi demonstrasi di depan kantor DPRD Provinsi NTB, Senin (10/3/2025) kemarin.
Mereka menolak Surat Edaran (SE) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) tentang Penyesuaian Pengangkatan PPPK 2024, yang diperkirakan mulai berlaku pada awal 2026.
Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Forum CPPPK Provinsi NTB ini berasal dari berbagai formasi, termasuk PPPK Teknis, Guru, Tenaga Kesehatan, dan Tenaga Administrasi. Mereka menilai keputusan pemerintah tidak adil dan merugikan ribuan tenaga honorer yang telah lulus seleksi PPPK.
Berikut lima fakta menarik soal aksi protes calon PPPK atas penundaan pengangkatan:
1. Penundaan Dinilai Tidak Manusiawi
Ketua Aliansi Forum CPPPK NTB, Andri Supan, dalam orasinya menegaskan bahwa kebijakan menunda pengangkatan hingga 2026 sangat tidak manusiawi dan bertentangan dengan prinsip keadilan.
"Bagaimana mungkin kami, yang telah mengabdikan diri dengan sepenuh hati dalam pelayanan publik, harus menunggu hingga satu tahun untuk menerima SK PPPK," ucapnya lantang di hadapan ribuan massa aksi.
Menurutnya, para tenaga honorer telah mengikuti seleksi secara transparan dan sesuai regulasi. Oleh karena itu, ia menyerukan pencabutan SE tersebut dan mendesak agar pengangkatan tetap dilakukan pada 2025.
"Aksi damai yang kami lakukan ini bertujuan untuk menuntut agar SE tersebut segera dicabut dan pengangkatan PPPK dilakukan pada tahun 2025," lanjut Andri.
2. Kisah Zainuddin, 34 Tahun Mengabdi dan Terancam Gagal Jadi ASN

Di antara ribuan massa aksi, Zainuddin (56), seorang tenaga honorer asal Desa Korleko, Lombok Timur, tampak bersemangat menyuarakan tuntutannya. Dengan tubuh kurus dan keringat bercucuran di tengah panas terik bulan Ramadan, ia tetap berteriak lantang menuntut keadilan.
"Sudah lama saya menanti pak untuk jadi ASN ini, di umur saya yang 56 tahun hanya pengangkatan SK ini yang bisa menjadi harapan saya sebelum pensiun," ucapnya penuh harap.
Zainuddin telah bekerja sebagai honorer sejak 1991 dan kini menjadi satpam di Puskesmas Korleko. Jika pengangkatan PPPK dilakukan sesuai jadwal awal, ia bisa menikmati status ASN selama dua tahun sebelum pensiun. Namun, dengan penundaan ini, ia hanya akan menikmati hak tersebut selama satu tahun.
"Saya setiap tahun coba ikut tes PPPK. Alhamdulillah tahun 2024 ini diterima, namun apa dikata kalau hanya untuk ditunda. Keburu umur bertambah dan kelulusan yang saya tunggu lama sia-sia," keluhnya.
3. Dukungan DPRD NTB Dari Fraksi PDIP
Aksi ini mendapat perhatian dari Anggota Fraksi PDIP DPRD NTB, Made Slamet, yang menemui langsung para pengunjuk rasa dan menyatakan dukungannya.
"Saya terenyuh dan prihatin, kami di Fraksi PDIP akan mengawal apa yang menjadi tuntutan ini," ujarnya di hadapan massa.
Menurutnya, negara seharusnya lebih mengutamakan kepentingan rakyat dibandingkan hal lainnya. Keputusan menunda pengangkatan PPPK justru mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.