Transaksi QRIS, Top Up e-Wallet dan e-Money Kena PPN 12 Persen? Simak Penjelasan DJP

PPN pada jasa komisi QRIS dikenakan atas Merchant Discount Rate (MDR) yang dibayar merchant kepada RSJP.

Tribunnews/Jeprima
Pembeli melakukan pembayaran melalui pemindaian QRIS di salah satu gerai kuliner di Jakarta. PPN pada jasa komisi QRIS dikenakan atas Merchant Discount Rate (MDR) yang dibayar merchant kepada RSJP. 

TRIBUNLOMBOK.COM - Simak berikut ini penjelasan mengenai transaksi QRIS, e-money, e-wallet terdampak PPN 12 persen atau tidak. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti mengatakan, transaksi menggunakan QRIS adalah bagian dari jasa sistem pembayaran, jadi bukan hal yang baru.

 "Perlu kami tegaskan bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984, artinya bukan objek pajak baru,” ujarnya, dikutip dari keterangan tertulis pada Minggu (22/12/2024) dikutip dari tribunnews.

PPN pada jasa komisi QRIS dikenakan atas Merchant Discount Rate (MDR) yang dibayar merchant kepada RSJP.

Adapun, MDR QRIS adalah biaya jasa yang dikenakan kepada merchant atau penjual oleh Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP) saat bertransaksi menggunakan QRIS.

Biaya MDR ditanggung merchant atau penjual dan tidak boleh dibebankan kepada konsumen.

Mengacu aturan Bank Indonesia yang berlaku sejak 1 September 2023, tarif MDR QRIS sebesar 0,3 persen bagi usaha mikro untuk transaksi di atas Rp 100.000, sedangkan untuk usaha kecil, menengah, dan besar sebesar 0,7 persen.

UU PPN tersebut telah diperbarui dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Aturan PPN 12 persen ini juga berlaku untuk biaya layanan pada uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), gerbang pembayaran, switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.

PPN berlaku untuk biaya layanan yang dibebankan kepada penyelenggara, seperti biaya layanan registrasi, pengisian ulang saldo (top-up), pembayaran transaksi, transfer dana, dan tarik tunai untuk uang elektronik. 

Begitu juga dengan layanan dompet elektronik yang termasuk biaya pembayaran tagihan dan paylater. 

Sementara itu, nilai uang elektronik, termasuk saldo, bonus poin, reward point, dan transaksi transfer dana murni, tidak dikenakan PPN.

Simulasi PPN 12 Persen

(1) Zain mengisi ulang (top up) uang elektronik sebesar Rp1.000.000. 

Biaya top up misalnya Rp1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut:

11 persen x Rp1.500 = Rp 165.

Dengan kenaikan PPN 12 persen, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut:

12 persen x Rp1.500 = Rp180.

Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1 persen hanya Rp 15.

(2) Slamet mengisi dompet digital atau e-wallet sebesar Rp500.000. 

Biaya pengisian dompet digital atau e-wallet misalnya Rp1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut:

11 persen x Rp1.500 = Rp165.

Dengan kenaikan PPN 12 persen, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut:

12 persen x Rp1.500 = Rp180.

"Artinya, berapapun jumlah nominal transaksi sepanjang jasa layanan yang dibebankan oleh provider tidak mengalami perubahan, maka jumlah PPN yang dibayar akan tetap sama," ujar Dwi.

(Tribunnews.com)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Biaya Admin QRIS Kena PPN 12 Persen Mulai 2025, Ini Penjelasan DJP

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved