Berita NTB

Jumlah Kasus TPPO di NTB Masih Tinggi

Disnakertrans Provinsi NTB mencatat laporan yang masuk jumlah kasu TPPO di BTB sampai ratusan kasus

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Idham Khalid
TribunLombok.com/Sirtupillaili
MIGRAN: Para buruh migran asal NTB datang ke kantor Gubernur Provinsi NTB, bersama BP2MI, Selasa (30/3/2021). Beberapa orang dari mereka merupkan korban TPPO. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) masih marak terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB mencatat laporan yang masuk jumlahnya sampai ratusan kasus.

Kepala Disnakertrans NTB I Gede Putu Aryadi mengatakan, tidak semua laporan yang masuk bisa ditindaklanjuti, alasannya tidak semua laporan yang masuk bisa diklasifikasi kebenarannya.

Aryadi mengatakan saat ini di Kepolisian Daerah (Polda) NTB telah menangani 68 kasus yang melibatkan 120 orang tersangka, bahkan jumlah ini lebih banyak dibandingkan tahun 2023.

"Semua kasus TPPO sebenarnya kewenangan APH. Ini kami jadi saksi ahli dipersidangan, itu kita tindak lanjuti sesuai dengan ranah Disnakertrans," kata Aryadi, Senin (4/11/2024).

Aryadi menjelaskan, pelaku TPPO menjalankan modus operandinya dengan merekrut tenaga kerja untuk bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI), namun banyak yang non prosedural inilah yang menjadi dasar adanya digunakan TPPO.

Dari puluhan kasus tersebut sudah 12 orang diantaranya ditetapkan sebagai tersangka, rata-rata mereka merupakan calo, perusahaan dan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK).

"Sekarang ada LPK yang sedang diusut oleh APH, nanti akhir tuntutannya seperti apa kita lihat, tetap akhirnya pada TPPO," kata Aryadi.

Baca juga: Disnaker Lombok Timur Minta Kasus PMI Tertembak di Malaysia Diusut Tuntas

Kasus TPPO yang melibatkan LPK ini kata Aryadi merupakan modus baru, sehingga Disnakertrans berharap masyarakat selalu berhati-hati.

"Rata-rata LPK ini berizin di kabupaten/kota, tetapi mereka izin melatih tapi malam merekrut ini yang tidak boleh," kata Aryadi.

Aryadi juga mengatakan bagi korban mendapatkan ganti rugi deposit Rp 1,5 miliar namun harus disertai dengan bukti-bukti yang kuat, sudah ada beberapa perusahaan yang mencairkan namun nilainya hanya beberapa persen.

"Saya minta bukti dari korban untuk direkomendasikan ke Kementerian untuk dicairkan ganti rugi," pungkasnya. 

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved