Kadisnakertrans Minta BKD NTB Teliti Soal Kebutuhan Jabatan Pengantar Kerja

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi mengimbau BKD menghitung kebutuhan jabatan fungsional pengantar kerja.

Penulis: Andi Hujaidin | Editor: Laelatunniam
TRIBUNLOMBOK.COM/ANDI HUJAIDIN
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Andi Hujaidin

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi mengimbau kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD), serta bagian organisasi untuk menghitung dengan tepat kebutuhan jabatan fungsional pengantar kerja, terutama di daerah-daerah dengan kantong PMI seperti Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Sumbawa.

Ada 5 jabatan fungsional yang dibutuhkan di Pemprov NTB dan di Kabupaten Kota se-NTB, yakni Pertama, Pejabat Fungsional Pengawasan ketenagakerjaan. Kedua, Pejabat Fungsional Instruktur. Ketiga, Jafung Pengantar kerja dan Keempat, Jafung Penguji K3 dan Kelima, Jafung Mediator.

"Terkait pejabat fungsional pengantar kerja, tugas fungsional sangat besar. Mereka tidak hanya berperan dalam proses rekrutmen, tetapi juga memastikan bahwa calon pekerja, termasuk pekerja migran indonesia (CPMI) mendapatkan akses kerja yang benar dan legal. Tugas ini melibatkan pembinaan dan pendampingan dalam proses rekrutmen dan memastikan bahwa CPMI memenuhi syarat yang ditetapkan," jelasnya Kamis (26/9/2024).

Berdasarkan data BPS, Provinsi NTB dengan jumlah angkatan kerja mencapai 3,1 juta jiwa, merupakan pengirim PMI terbesar keempat di Indonesia.

Provinsi NTB saat ini memiliki 538 ribu PMI yang tersebar di 108 negara, dengan penempatan terbesar di 18 negara.

Tugas pengantar kerja sangat penting dalam memastikan proses rekrutmen dan penempatan PMI berjalan sesuai prosedur, serta mencegah adanya penempatan ilegal.

"Pengantar kerja adalah garda depan dalam memberikan pembinaan kepada calon PMI. Mereka yang akan memastikan proses rekrutmen berjalan sesuai aturan dan memastikan calon pekerja migran mendapatkan pelatihan yang tepat," lanjutnya.

Aryadi juga menyoroti tantangan dalam penegakan hukum terkait penempatan PMI non-prosedural.

Ia menyampaikan bahwa dengan adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, peran pengantar kerja semakin strategis dalam memastikan prosedur rekrutmen berjalan sesuai ketentuan.

Lebih lanjut, Aryadi menyebutkan bahwa saat ini terdapat 222 kantor cabang perusahaan penempatan PMI di NTB, serta 13 kantor pusat.

"Kita wajib melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan ini. Berapa yang memiliki izin rekrutmen, berapa yang memiliki job order, semua harus diawasi dengan ketat. Jika tidak memenuhi persyaratan, kita tidak akan memberikan rekomendasi perpanjangan izin," tegasnya.

Ia juga menekankan pentingnya kebijakan yang mewajibkan setiap perusahaan penempatan PMI untuk memiliki kantor cabang di NTB.

Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah adanya penempatan non-prosedural yang sering terjadi ketika proses rekrutmen dilakukan di luar daerah tanpa pengawasan yang memadai.

"Mulai tahun 2021, kita mewajibkan seluruh perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (B3IG) memiliki kantor cabang di NTB. Ini untuk memastikan bahwa proses rekrutmen PMI dilakukan sesuai prosedur, dan kita bisa memantau dengan baik," jelas Aryadi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved