PDIP Kota Mataram Desak Peristiwa 'Kudatuli' Dijadikan Kasus Pelanggaran HAM Berat

Ketua DPC PDI setempat Made Slamet mengenang peristiwa tragedi kerusuhan 27 Juli 1996

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Wahyu Widiyantoro
Istimewa
DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Mataram menggelar peringatan peristiwa kerusuhan 27 Juli (Kudatuli) 1996, Sabtu (27/7/2024). 

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Mataram menggelar peringatan peristiwa kerusuhan 27 Juli (Kudatuli) 1996.

Para kader mengenang tragedi berdarah itu dengan refleksi dan doa bersama pada Sabtu (27/7/2024).

Ketua DPC PDI setempat Made Slamet mengenang peristiwa tragedi kerusuhan 27 Juli 1996.

"Banyak pelajaran yang berharga untuk kita sebagai kader merasakannya,’’ ujar anggota DPRD NTB ini.

Peristiwa itu, kata dia, mengajarkan kebulatan tekad untuk menegakkan kedaulatan partai dari intervensi luar.

Baca juga: Jagoan PDIP pada Pilkada 2024 di Mataram, Lombok Utara, Lombok Tengah, KSB, Sumbawa, dan Bima

’’Yang utama di partai ini, kita diajarkan untuk setia secara total pada kepemimpinan Ibu Megawati Soekarnoputri,” tegas Made.

Peristiwa Kudatuli membuktikan bahwa PDI Perjuangan lahir dan dibesarkan dari pengorbanan berbagai pihak, keringat, darah dan air mata, bahkan harta benda dan nyawa.

’’Partai ini lahir bukan sekadar hanya partai politik yang didirikan dengan akte notaris. Tapi partai ini lahir dari keringat, darah dan air mata, bahkan harta benda dan nyawa," ungkap Made.

"Semoga jenazah almarhum para korban Kudatuli menjadi syuhada untuk keluarga dan kebanggaan bagi bangsa dan negara Indonesia," sambung dia.

Made pun mendesak agar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merekomendasikan peristiwa penyerangan ke Kantor DPP PDIP pada tanggal 27 Juli 1996 atau yang dikenal dengan istilah "Kudatuli" agar dinyatakan sebagai kasus pelanggaran HAM berat.

Baca juga: Duet Rohmi-Firin Dapat Dukungan dari DPP PDIP untuk Pilgub NTB 2024

“Ini menjadi tanggung jawab pemerintah,” jelas dia.

Made menegaskan bahwa, penyerangan kantor PDIP di Jakarta pada 27 Juli 1996 merupakan bentuk intervensi politik pemerintah Orde Baru (Orba) kepada kubu PDI Pro Mega.

Saat itu, rezim Orba disebut mendorong massa Pro Suryadi untuk melakukan penyerangan.

"Akibat dari penyerangan tersebut Komnas HAM menemukan fakta, 149 orang luka-luka. 9 orang tewas dan 23 orang hilang. Peristiwa Kudatuli ini, sudah masuk kategori kejahatan luar biasa karena ada enam jenis pelanggaran HAM di dalamnya," papar Made.

Pelanggaran tersebut yaitu pelanggaran atas kebebasan berkumpul dan berserikat; pelanggaran atas kebebasan dari rasa takut;

Sumber: Tribun Lombok
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved