Kasus Pernikahan Anak Masih Tinggi di NTB, Pengadilan Agama Diminta Tidak Mudah Beri Dispensasi
Kasus pernikahan di bawah umur masih marak terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Oleh karenanya, Pengadilan Agama diminta tidak mudah beri dispensasi.
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Endra Kurniawan
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kasus pernikahan di bawah umur masih marak terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2023 angka pernikahan di bawah umur mencapai 17,32 persen.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A2PKB) NTB Nunung Triningsih mengatakan, penerapan Peraturan Daerah (Perda) tentang pernikahan dibawah umur belum diterapkan secara maksimal.
"Namun, sanksi yang masih belum diterapkan secara tegas yang menyulitkan dalam menindak pelaku perkawinan anak. Komitmen kita bersama dalam melakukan pencegahan perkawinan anak dan jika kita melakukan bersama, angka kasus perkawinan bisa menurun,” kata Nunung, Rabu (20/3/2024).
Baca juga: Sosok Milania Ayu Diani, Lulusan Amerika yang Hidupkan Ritual Muro Nggetek Cegah Pernikahan Anak
Ditambah dengan adanya dispensasi pernikahan membuat Pemerintah NTB sulit untuk mencegah pernikahan di bawah umur, puncaknya pada masa Pandemi Covid-19 permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama mencapai 1.127.
Angka tiga tahun terakhir mengalami penurunan untuk permohonan dispensasi pernikahan pada 2022 sebanyak 710 yang mengajukan dispensasi nikah, pada 2023 naik menjadi 723 permohonan.
Sekretaris Dinas DP3AP2KB Kabupaten Lombok Barat Erni Suryana mengatakan, untuk mencegah terjadinya pernikahan dibawah umur pihaknya melakukan kerja sama dengan Pengadilan Agama Giri Menang agar tidak mudah mengabulkan permohonan dispensasi nikah.
"Jadi banyak permohonan yang ditolak Pengadilan Agama. Tapi masalahnya banyak masyarakat yang mengajukan permohonan dispensasi sudah menikah dulu," kata Erni.
Erni mengatakan dua hal yang menjadi alasan masyarakat memilih menikah di bawah umur yakni adat merarik dan alasan agama. Ia mengatakan di Lombok Barat sudah memiliki aturan terkait adat merarik.
"Masyarakat sering berlindung dengan agama dan adat," kata Erni.
Khusus di Kabupaten Lombok Barat Erni berharap pemerintah desa bisa membuat aturan turunan dari perda, yang mengatur soal pernikahan di bawah umur seperti Perdes Perlindungan Anak.
"Kalau di Lombok Barat sudah ada 20 desa seperti di Kediri Induk," kata Erni.
Baca juga: Perangkat Desa di Nusa Tenggara Barat Menjadi Ujung Tombak untuk Mencegah Pernikahan Anak
Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung Prof Amran Suadi mengatakan hakim Pengadilan Agama harus mencermati permohonan pernikahan anak, untuk memastikan kepentingan terbaik bagi anak tersebut.
"Kami juga meyakini bahwa berbagai alasan pengajuan dispensasi kawin dengan alasan kehamilan tidak sejalan dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak," pungkasnya.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.