Berita Bima

Pordasi Bima Kecewa Pacuan Kuda Tidak Masuk Kalender Event Nusa Tenggara Barat

Ketua Pordasi Kota Bima, Sudirman kecewa sebab pacuan kuda yang sudah bertahan secara turun-temurun tidak masuk dalam kalender event di NTB.

|
Penulis: Toni Hermawan | Editor: Dion DB Putra
DOK TRIBUNLOMBOK.COM
Pacuan kuda di Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pordasi kecewa karena tidak masuk kalender event di NTB. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Toni Hermawan

TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Kota Bima kecewa lantaran pacuan kuda di kota ini tidak masuk menjadi kalender event di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Saat ini ada enam event pariwisata NTB yang sedang dikurasi Tim Independen Kemenparekraf.

Baca juga: Daftar Juara Lomba Pacuan Kuda Wali Kota Bima Cup 2023

Enam event tersebut yakni Festival Pesona Bau Nyale di Lombok Tengah, Festival Perang Topat di Lombok Barat, Festival Alunan Budaya Desa Lombok Timur, Festival Balonna Kertasari Sumbawa Barat, Festival Lebaran Topat di Lombok Barat dan Festival Rimpu Mantika di Kota Bima.

Ketua Pordasi Kota Bima, Sudirman kecewa sebab pacuan kuda yang sudah bertahan secara turun-temurun tidak masuk dalam kalender event di NTB.

"Kami kecewa banget," katanya kepada TribunLombok.com, Senin (27/11/2023).

Dikatakannya, Pordasi Kota Bima telah berkomunikasi dengan semua pihak supaya pacuan kuda masuk kalender event. Namun semua usaha gagal.

"Kandas semua," keluhnya.

Ia berjanji membenahi lomba pacuan kuda di Kota Bima. Pordasi membuka ruang koreksi dan masukan dari semua pihak.

"Berikan kami solusi. Kami membuka ruang koreksi asal jangan mematikan budaya yang sudah berlangsung lama, tidak mudah seperti membalik telapak tangan. Kita akan tetap perjuangkan ini," tegasnya.

Sudirman mengatakan, antusiasme masyarakat cukup tinggi menonton pacuan kuda yang berakhir pada Minggu (26/11/2023) lalu.

Hal itu terlihat dari jalanan yang macet mulain dari luar hingga dalam arena pacuan kuda. "Kemarin itu sampai macet," ujarnya.

Dikatakannya, para joki terlahir secara temurun. Sebab tidak semua anak-anak di Kota Bima berani menjadi joki.

"Dalam pacuan kuda ini pun ada pesan moralnya. Kenapa kuda memutar ke kiri, kalau orang dulu bilangnya seperti tawaf. Pemilik kuda gak boleh nakal, pesan agamanya ada," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved