Mengenal Ahmad Junaidi, Dosen Muda Bergelar Ph.D yang Kritik Minimnya Apresiasi Akademisi

Ahmad Junaidi menegaskan kritik utamanya bukan soal uang, melainkan tentang pengajaran makna "respect" (penghargaan).

Editor: Laelatunniam
TRIBUNLOMBOK.COM/FIKRI
KRITIK SOAL APRESIASI - Dosen Universitas Mataram (Unram) Ahmad Junaidi mengkritik keras minimnya penghargaan penyelenggara acara mahasiswa terhadap akademisi lokal sebagai pembicara. 

Ringkasan Berita:
  • Dosen Unram, Ahmad Junaidi, mengkritik keras minimnya penghargaan penyelenggara acara  terhadap akademisi sebagai pembicara.
  • Ahmad Junaidi menegaskan kritik utamanya bukan soal uang, melainkan tentang pengajaran makna "respect" (penghargaan) yang layak terhadap keahlian dan keilmuan akademisi.

TRIBUNLOMBOK.COM - Kritik tajam mengenai apresiasi terhadap akademisi sebagai narasumber yang disampaikan oleh Ahmad Junaidi, seorang dosen muda dari Universitas Mataram (Unram), menjadi sorotan publik.

Kritik itu disampaikan Ahmad pada unggahannya di akun Instagram @junaydflody pada hari Rabu, (5/11/2025).

Ahmad yang mengajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unram, membagikan pengalamannya saat diundang sebagai pembicara pada sebuah acara mahasiswa.

Acara berbayar tersebut berhasil mengumpulkan ratusan peserta, tetapi besaran honor yang diterima narasumber lokal tersebut sangat berbeda jauh dibandingkan tamu lain.

Ahmad Junaidi menyerbut penyelenggara rela mengeluarkan dana hingga belasan juta rupiah untuk mendatangkan seorang influencer, yang meliputi honor, tiket, hingga riders (permintaan khusus).

Sementara itu, Ahmad, yang merupakan dosen Unram, "hanya" mendapatkan imbalan sebesar Rp300 ribu.

Meskipun nominal uang bukan fokus utamanya, dosen yang telah berkarier sejak 2010 ini mengaku kecewa dan merasa akademisi kurang dihargai.

“Ketidakpantasan dan kurangnya respect terhadap keahlian merupakan sumber ketidaknyamanan saya. Dengan biaya belasan juta mendatangkan influencer, harusnya mahasiswa bisa lebih pantas dalam penghargaan pada pembicara dosen lokalnya,” kata Ahmad.

Ahmad menegaskan bahwa kritiknya tidak ditujukan pada uang yang ia terima, melainkan pada ketimpangan penghargaan yang terlampau jauh, antara dosen dan influencer, apalagi acara tersebut bukan acara amal.

"Gratis pun saya tidak masalah. Sudah tak terhitung saya menjadi pembicara. Sebelas tahun saya menjadi sukarelawan aktif. Gak Masalah," katanya.

"Tapi ketika Anda punya acara berbayar dan mendatangkan influencer dengan biaya belasan juta, dan Anda mengundang saya, saya harus ajari kalian makna respect."

Dosen bergelar Ph.D. dari Monash University, Australia, ini mengaku tidak menuntut honor yang setara dengan influencer.

Ia hanya berharap adanya apresiasi yang lebih layak terhadap pembicara dari kalangan akademisi.

Kritik tersebut, ujar Ahmad, ditujukan sebagai pelajaran bagi mahasiswa dan penyelenggara acara lainnya agar menghargai keahlian akademisi.

Ahmad Junaidi juga menyatakan siap hadir sebagai narasumber tanpa bayaran, asalkan acara yang digelar benar-benar bersifat amal.

Sumber: Tribun Lombok
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved