Pilpres 2024
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto Berharap MKMK Putuskan yang Terbaik
Pemeriksaan etik tersebut terkait putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia minimal capres dan cawapres.
TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA- Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan menyampaikan putusan soal pemeriksaan etik terhadap para hakim konstitusi, Selasa (7/11/2023).
Pemeriksaan etik tersebut terkait putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia minimal capres dan cawapres.
Baca juga: Enny Hingga Jimly Menangis di Persidangan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi
Menanggapi proses etik yang tengah berlangsung, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Kehormatan.
Dia meyakini Jimly Asshiddiqie, selaku ketua MKMK akan mengambil putusan yang terbaik demi keadilan.
Hal itu disampaikan Hasto saat ditanya wartawan soal sidang etik yang tengah dilakukan oleh MKMK terkait putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia minimal capres dan cawapres.
“Kami percayakan sepenuhnya pada Mahkamah Etik untuk mengambil keputusan terbaik demi keadilan,” kata Hasto Kristiyanto di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta, Jumat (3/11/2023) malam.
Hasto menegaskan, MK adalah benteng penjaga demokrasi. Sehingga keberadaannya tidak boleh dikebiri oleh tangan-tangan kekuasaan. “MK itu adalah benteng demokrasi sehingga tidak boleh dikebiri,” tegas Hasto.
politisi asal Yogyakarta ini mengatakan tidak boleh ada satu pun pihak yang memanipulasi putusan MK untuk kepentingan politik keluarga.
Apalagi mengorbankan hukum demi melanggengkan kekuasaan. “Tidak boleh ada manipulasi, tidak boleh hanya karena hubungan kekeluargaan kemudian hukum dikorbankan,” kata Hasto.
PDI Perjuangan (PDIP) juga mengajak seluruh parpol pengusung, relawan, dan simpatisan Ganjar Pranowo-Mahfud MD untuk bergerak semakin masif menggalang kekuatan rakyat bagi pemimpin visioner, berpengalaman, jujur dan mampu menciptakan terang keadilan bagi semua orang.
Ketua DPP PDI Perjuangan, Djarot Saiful Hidayat pun menyebut, kemenangan dimulai dari rakyat fokus bergerak di akar rumput. Sebab rakyat semakin cerdas di dalam melihat rekayasa hukum yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Rakyat bereaksi keras atas mobilisasi aparat dengan melakukan penurunan bendera, baliho, dan berbagai atribut dukungan terhadap Ganjar-Mahfud MD," kata Djarot, Sabtu (4/11/2023).
Djarot menambahkan, spiritualitas bangsa Indonesia mengajarkan bahwa tidak ada tempat bagi mereka yang demi ambisi kekuasaan, dan cinta terhadap keponakan. Bahkan, sampai MK dikebiri, dan demokrasi pun mati.
"Kini kekuatan moral lahir kembali. Inilah fondasi terpenting Ganjar-Mahfud MD, kokoh pada moral kebenaran dan berdedikasi total pada rakyat, bangsa, dan negara, bukan pada keluarga," tegas Djarot.
Kata Djarot, PDIP pun percaya pada integritas Majelis Kehormatan MK untuk benar-benar objektif dan mengedepankan sikap kenegarawanan.
Apalagi kuatnya gerakan dari para budayawan, cendekiawan, kelompok pro demokrasi, para ahli hukum tata negara hingga pergerakan tokoh-tokoh berintegritas tinggi dari berbagai perguruan tinggi menjadi kekuatan moral yang sangat dahsyat di dalam meluruskan jalannya demokrasi.
"Terus bergerak, Ganjar-Mahfud MD pastikan akan terus perkuat demokrasi. Bersama kita hadapi Prabowo-Gibran sebagai cerminkan Neo-Orde Baru Masa Kini," jelas Djarot.
Sementara Calon presiden (capres), Ganjar Pranowo mengingatkan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) harus netral menangani dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi.
Sebab, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie sebelumnya sempat menyatakan dukungan terhadap Prabowo Subianto sebagai capres.
Ganjar mengatakan, seluruh masyarakat Indonesia akan melihat proses penanganan dugaan pelanggaran etik tersebut. Menurutnya, akan sangat berisiko bila MKMK tidak netral dalam menangani dugaan pelanggaran etik.
"Akan berisiko kalau hari ini semua yang mengadili itu atau tim etik itu tidak netral, akan diadili oleh semuanya dan jangan sampai runtuh," kata Ganjar.
Mantan Gubernur Jawa Tengah ini berharap keputusan MKMK nantinya objektif. "Kita harapkan nanti keputusannya juga akan objektif, saya tidak mau mendahului," ungkap Ganjar.
Diberitakan sebelumnya, MKMK menemukan adanya dugaan kebohongan Ketua MK Anwar Usman.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie seusai melakukan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, Rabu (1/11/2023).
Temuan dugaan itu, jelas Jimly, terkait Anwar Usman yang berbohong soal alasannya tak ikut memutus tiga perkara usia batas capres-cawapres yang belakangan ditolak MK.
"Tadi ada yang baru soal kebohongan. Ini hal yang baru. Kan waktu itu alasannya kenapa tidak hadir (rapat permusyawaratan hakim) ada dua versi, ada yang bilang karena (Anwar) menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua karena sakit. Ini kan pasti salah satu benar, dan kalau satu benar berarti satunya tidak benar," kata Jimly Asshiddiqie.
Kronologi mangkirnya Anwar Usman dalam RPH putusan 3 perkara syarat usia capres cawapres itu sebelumnya diungkap oleh hakim konstitusi Arief Hidayat lewat dissenting opinion. Ketika itu, 19 September 2023, 8 dari 9 majelis hakim konstitusi menggelar RPH membahas putusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.
Tiga perkara ini disidangkan dengan intens sejak 1 Mei 2023. Majelis hakim mendengar keterangan ahli serta pihak terkait untuk perkara ini. RPH dipimpin oleh Wakil Ketua MK dan Arief. Dalam RPH itu mereka menanyakan mengapa Anwar Usman absen.
"Wakil Ketua kala itu menyampaikan bahwa ketidakhadiran ketua karena untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan," kata hakim konstitusi Arief Hidayat dalam dissenting-nya.
"Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden di mana kerabat Ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh salah satu partai politik, sehingga Ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo," tambah Arief.
Ketua Badan Pembina Organisasi Keanggotaan dan Kaderisasi (BPOPKK) Partai Demokrat Herman Khaeron mengingatkan, putusan MK terkait syarat maju capres dan cawapres bersifat final dan mengikat.
Hal itu disampaikannya menyikapi peluang dibatalkannya putusan MK terkait seseorang bisa mendaftar capres-cawapres jika berusia minimal 40 tahun atau sudah pernah menduduki jabatan publik karena terpilih melalui pemilu, seiring adanya sidang MKMK. "Kalau keputusan MK itu tidak bisa diubah karena final dan mengikat, Undang-Undangnya kan begitu," kata Herman, Kamis.
Anggota Komisi VI DPR RI itu enggan berspekulasi terkait putusan MKMK itu. Menurutnya, lebih baik publik menunggu putusan tersebut. "Sehingga kita juga tidak berspekulasi dengan apa yang sedang berlangsung hari ini. Kita tunggu saja sampai pada akhirnya nanti diputuskan," tandasnya.
Sebelumnya, pakar Hukum Universitas Jenderal Soedirman(Unsoed) Purwokerto, Prof Dr M Fauzan SH MH menyebut MKMK bisa membatalkan Putusan MK nomor 90 tahun 2023.
"Jika putusan MKMK ternyata para hakim terbukti dengan sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran kode etik, maka dalam perspektif moral, putusan yang telah diambil tidak memiliki legitimasi secara moral, karena diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik," kata Fauzan dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Kamis (2/11/2023).
Atas putusan yang telah diambil, lanjut Fauzan, maka ada beberapa kemungkinan. Pertama, tetap berlaku sesuai dengan hukum tata negara positif (yang sedang berlaku). Kedua, perlu diingat bahwa di atas hukum sebenarnya ada moralitas, maka hukum yang baik tentunya harus memperhatikan aspek moralitas. Jika ini yang menjadi pertimbangan, bisa saja MKMK ada kemungkinan keluar dari pakem hukum tata negara positif dan menyatakan bahwa putusan yang diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik putusannya tidak mengikat.
"Jika ini yang terjadi, maka akan ada dinamika hukum ketatanegaraan kita, dan pasti ini menimbulkan diskursus juga," kata Fauzan.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto ini juga menjelaskan apabila merujuk pada hukum tata negara positif, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 24C UUD 1945, maka apapun keputusan MK termasuk di dalamnya Putusan Nomor 90 tahun 2023 terlepas suka atau tidak, maka sejak diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum, maka putusan tersebut langsung berlaku dan tidak ada upaya hukum.
Akan tetapi, kata Fauzan, terkait dengan adanya laporan pelanggaran kode etik ke MKMK, maka sanksi yang dapat dijatuhkan sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang MKMK hanya ada sanksi teguran lisan, tertulis dan pemberhentian sebagai hakim konstitusi.
"MKMK memang hanya memeriksa dan memutus terkait dengan pelanggaran kode etik, dan perlu diketahui bahwa tupoksi MKMK adalah menjaga keluhuran dan martabat hakim MK. Itulah sebabnya perlu ada kajian kembali mengenai keputusan MK yang final dan mengikat. Ke depan, menurut saya, jika ternyata putusan MK dijatuhkan oleh hakim yang terbukti melanggar kode etik, maka kekuatan putusan MK yang bersifat final dan mengikat dapat dibatalkan. Dan pembatalannya ada dua cara. Pertama, oleh MK sendiri atas perintah MKMK atau oleh MKMK yang memeriksa dan memutus laporan adanya pelanggaran kode etik," tandasnya. (Tribun Network/Yuda)
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi
Hasto Kristiyanto
Mahkamah Konstitusi
Jimly Asshiddiqie
Anwar Usman
batas usia capres dan cawapres
Pilpres 2024
Ganjar Pranowo Ogah Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Piih Jadi Oposisi |
![]() |
---|
Sandiaga Uno Ogah Berandai-andai Masuk Kabinet Prabowo-Gibran |
![]() |
---|
Alasan MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, Din Syamsuddin Sebut Ini Bukan Kiamat |
![]() |
---|
Alasan MK Tolak Gugatan Pilpres 2024 Anies-Muhaimin Soal Pencalonan Gibran Hingga Bansos Jokowi |
![]() |
---|
KPU Lombok Timur Terima Gugatan PHPU TPN Ganjar-Mahfud di 6 TPS |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.