Pemilu 2024

Pameran Lukisan Palsu dan Pesan Seniman bagi Politisi Jelang Pemilu 2024

Komunitas SENIne melalui yang menggelar pameran bertajuk "Lukisan Palsu" di Gedung Galery, Taman Budaya NTB, 30 Oktober - 4 November 2023.

|
Dok.Istimewa
Para siswa mengunjungi pameran lukisan yang digelar Komunitas Seni SENIne bertajuk Lukisan Palsu,di Gedung Galery Taman Budaya NTB, dimulai dari 30 Oktober - 4 November 2023. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Komunitas seni Lombok Timur kini menjadi salah satu pilar seni rupa modern di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Komunitas ini juga ikut berperan memberikan pendidikan politik jelang Pemilu 2024 melalui karya lukisan.

Seperti dilakukan komunitas SENIne melalui yang menggelar pameran bertajuk "Lukisan Palsu" di Gedung Galery, Taman Budaya NTB, 30 Oktober - 4 November 2023.

Ketua SENIne Mizan Torek mengatakan, pameran Lukusan Palsu sendiri memiliki tema besar yakni "Manipulasi" alat penguasa untuk mengendalikan tujuan.

"Lukisan palsu merupakan sebuah representasi yang mewakili kondisi saat ini yang terjadi baik dalam pemerintahan ataupun birokrasi," kata Mizan kepada TribunLombok.com, Sabtu (4/11/2023).

Baca juga: KPU Beberkan Nasib Dua Caleg di Lombok Barat yang Menjadi Tersangka

Tema ini juga bisa diartikan sebagai sebuah karya kritikan atau suara hati para penggiat seni.

Pameran ini mencakup berbagai karya seni yang menyoroti fenomena, dimana banyak para penguasa dalam menjaga citra melakukan manipulasi agar terlihat indah dan berharga dimata publik.

Dia menjelaskan, dalam dunia tindakan politik dan sosial, manipulasi muncul sebagai dimensi yang terkait erat dengan teori tindakan antidialogis.

"Manipulasi penguasa bermakna sebuah lukisan diri, manipulasi pada dasarnya merupakan proses di mana elite penguasa berupaya mempengaruhi pandangan dan perilaku masyarakat agar sesuai dengan kepentingan mereka," katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan, pameran tersebut juga mencakup penggunaan serangkaian mitos dalam konteks tertentu.

Dimana para penguasa menggunakan mitos ini sebagai alat untuk memanipulasi persepsi masyarakat, mengarahkan mereka menuju arah yang diinginkan.

Tak ayal pada pameran tersebut juga tergambar devinisi politik yang saat ini berkembang di masyarakat, yaitu seni untuk mempengaruhi orang lain.

Dimana saat ini, para politisi ini menciptakan model pandangan yang memicu aspirasi dan ambisi individu, seolah-olah memberikan peluang bagi kemajuan dan peningkatan.

"Model ini, yang disajikan oleh kaum borjuis, memberi angin segar bagi rakyat, memberikan harapan akan peningkatan status sosial dan ekonomi," jelasnya.

Di tempat berbeda, Pembina SENIne Saparul Anwar menjelaskan, konsep Manipulasi yang ditonjolkan pada pameran tersebut memiliki peran pokok dalam mendukung dimensi antidialogis tindakan penguasa, di mana dialog dan perdebatan tereduksi.

"Karena itu, pemahaman tentang manipulasi dan upaya untuk mengurai benang merahnya dinamika sosial sangatlah penting agar masyarakat dapat mempertanyakan pandangan yang diberikan penguasa dan mempertahankan kemampuan berpikir secara kritis," katanya.

Dia menjelaskan, keberagaman corak bahasa dalam pameran ini adalah representasi personal para perupa untuk mengontruksi fenomena sosial/politik yang terjadi ke dalam wujud sebuah karya dengan penggabungan seni visual dan pesan yang dalam.

"Pameran ini bertujuan untuk merangsang pemikiran kritis tentang isu-isu politik dan birokrasi yang relevan dalam masyarakat," tutupnya.

Sejumlah perupa ikut berpartisipasi dalam pameran ini.

Diantaranya Almaida, Dull Hayyi, Fahmi, Fikriwujdilalu@jdel, Hadi, Hasbullah, Hendra Irawan P, Kholif, Mizan Torek, Mustiadi A, Phalonk, Phampham, Rose Husry, Shir, Unk ArtCorner, dan Ziad.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved