Berita Lombok Timur

Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Lotim Tergolong Tinggi Termasuk di Lingkungan Pendidikan

Ririn mengajak pemerintah dan masyarakat bersama-sama melakukan upaya pencegahan terhadap perkawinan anak.

|
TRIBUNLOMBOK.COM/AHMAD WAWAN SUGANDIKA
Ketua Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia (LPSDM) NTB, Ririn Hayudiani. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Lombok Timur ( Lotim) dari tahun 2020-2023 tergolong tinggi termasuk di lingkungan pendidikan.

Dari laporan yang masuk ke Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lombok Timur, sebanyak 15 kasus yang saat ini tertangani, 10 kasus di antaranya terjadi di lingkungan pendidikan.

Baca juga: Sosok Oknum Pimpinan Ponpes di Lombok Timur Pelaku Pelecehan Santri Dikenal dengan Ilmu Kebatinannya

Hal tersebut disampaikan Ketua Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia (LPSDM) Nusa Tenggara Barat atau NTB, Ririn Hayudiani kepada TribunLombok.com, Senin (15/5/2023).

Menurut Ririn, korban kasus kekerasan seksual dominan kaum perempuan.

Menurut Ririn, kendati Lombok Timur saat ini sudah punya Peraturan Bupati (Perbup) tentang Pencegahan Perkawinan Anak, akan tetapi belum jelas implementasinya.

"Selain Perbup kita punya yang lebih tinggi yakni UU TPKS, salah satu poinnya di situ berbicara soal perkawinan anak yang jadi bagian dari kekerasan itu," ujarnya.

Ririn mengajak pemerintah dan masyarakat bersama-sama melakukan upaya pencegahan terhadap perkawinan anak.

"Jangan sampai terjadi lagi itu ( perkawinan anak). Lihat dampak dari perkawinan anak, dia akan putus sekolah, pola asuhnya pun terganggu, hingga psikis anak yang dilahirka npun bisa ikut terganggu," tegasnya.

"Bayangkan usia 14 tahun perempuan ini harusnya bermain, sekolah tapi putus karena harus mengurusi anak, kan itu persoalan," lanjutnya.

Ririn mengingatkan, walaupun ada Perbup dan UU TPKS yang mengatur namun kesadaran semua pihak tidak ada, maka angka kekerasan dikhawatirkan semakin bertambah.

"Memang saat ini sangat kurang perlindungan terhadap perempuan. Urusan perlindungan dan anak itu tanggung jawab dan komitmen kita bersama, bukan hanya DP3AKB sebagai leading sektor, tapi semua pihak termasuk peran Ponpes, tokoh agama, masyarakat, untuk mengupayakan perlindungan terhadap perempuan dan anak," jelasnya.

"Mayoritas perempuan adalah bagian dari korban yang selama ini mendapatkan perlakuan yang tidak baik," demikian Ririn. (*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved