Riset Setara Institute Soal Mataram Kota Intoleran Dinilai Tidak Sesuai Fakta Lapangan

Sikap masyarakat Mataram terhadap berbagai perbedaan sangat jelas, saling memahami posisi dan kondisi

Penulis: Sirtupillaili | Editor: Wahyu Widiyantoro
TRIBUNLOMBOK.COM/JIMMY SUCIPTO
Kepala Dinas Sosial Provinsi NTB, Ahsanul Khalik. Sikap masyarakat Mataram terhadap berbagai perbedaan sangat jelas, saling memahami posisi dan kondisi. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Penelitian Setara Institute yang menempatkan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai kota kelima intoleran di Indonesia menuai pro kontra.

Riset tersebut dianggap tidak memiliki dasar dan tidak sesuai fakta di lapangan.

Kepala Dinas Sosial Provinsi NTB H Ahsanul Khalik menilai, variabel dan faktanya tidak jelas penelitian tersebut.

Jika misalnya ada yang mengatakan pernah terjadi kasus 171, lalu dijadikan rujukan menurutnya tidak tepat.

"Itu kasus lama dan sifatnya kasusistis yang untuk saat ini tidak bisa dijadikan variabel dan fakta tingginya intoleran di Kota Mataram," tegas Ahsanul Khalik, yang juga mantan pejabat kota Mataram ini.

Baca juga: Kota Mataram Masuk 5 Kota Paling Tidak Toleran di Indonesia Versi Setara Institute

Sebab menurutnya, setelah kasus 171, selama ini tidak ada kejadian yang menonjol yang dianggap mengganggu toleransi.

"Dan tidak ada kita temukan sikap intoleran di Mataram," katanya.

Menurutnya sikap masyarakat Mataram terhadap berbagai perbedaan sangat jelas, saling memahami posisi dan kondisi.

"Sehingga kalau ada hal-hal kecil yang mengatas namakan agama, itu lebih pada masalah oknum yang kebetulan saja agamanya berbeda, tapi itu persoalan pribadi," katanya.

Misalnya di Cakranegara, beratus-ratus tahun lamanya umat Hindu, Kristen, Budha, Konghucu dan Islam hidup berdampingan dengan rukun.

"Jadi yang dimaksud intoleran oleh setara institut harus jelas apanya?" katanya.

"Jangan karena kita melihat mereka sebagai lembaga yang punya nama, lalu kita mengaminkan saja hasil penelitiannya yang tidak pernah diuji kebenarannya di depan publik," katanya.

Di berbagai tempat di Kota Mataram, lanjut Khalik, sikap kerja sama antara ummat beragama masih sangat tinggi.

Misalnya pada saat Hari Raya Nyepi, umat Islam sangat menghargai, bahkan meramaikan pawai ogoh-ogoh.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved