Opini
IPM, Kecerdasan, dan PARANA di NTB
Data yang direlease BPS NTB, berdasarkan angka IPM 2021, NTB berhasil melewati IPM 4 provinsi, yaitu Papua Barat, NTT, Sulawesi Barat, dan Kalimantan.
Oleh Rosiady Husaenie Sayuti
Koordinator Program GEN 2025
Lima belas atau dua puluh tahun ke belakang, dua provinsi di kawasan Nusa Tenggara ini, atau yang tempo dulu dinamakan Gugusan Sunda Kecil, yaitu NTB dan NTT sering menjadi candaan kawan-kawan dari provinsi lain karena berbagai indikator ketertinggalannya dibandingkan daerah lain.
Katakanlah dari peringkat IPM, dua provinsi ini menduduki tempat yang terbawah bersama atau berurutan dengan Papua dan Papua Barat.
Pada tahun 2008, ketika IPM Indonesia pada posisi 71,17, IPM NTB adalah 64,12, sementara NTT adalah pada posisi 66,15.
Posisi NTB hanya terpaut sedikit dengan Papua yang berada pada urutan IPM terendah kala itu, yaitu 64,00.
Candaan yang sering kita dengar adalah NTT menjadi akronim dari Nanti Tuhan Tolong; atau NTB Nanti Tuhan Bantu.
Untuk NTB ada lagi tambahannya, yakni Nasib Tergantung Bali.
Baca juga: IPM NTB Tahun 2021 Meningkat Tapi Masih di Urutan Bawah, Berikut Datanya
Karena dari segi IPM, Bali, yang menjadi tetangga dekat NTB IPM-nya kala itu sudah mendekati IPM Nasional yaitu 70,68.
Itulah yang menjadi latar belakang mengapa kemudian, ketika menjadi Kepala BAPPEDA NTB (2008-2013), saya dan kawan-kawan menggagas sebuah program yang kami beri nama Program Generasi Emas NTB 2025, atau GEN 2025 dengan ikon programnya adalah PARANA atau Pasangan Ramah Anak.
Suatu program yang bukan “running business as usual” tapi sebuah terobosan yang diharapkan membawa NTB mampu “menyalip” daerah-daerah lain dalam berbagai indicator pembangunan, termasuk IPM.
Karena kalau tidak ada suatu program terobosan, yang waktu itu istilahnya PIN (Program, Inovasi, dan Nilai Tambah), tentu akan sangat sulit bagi NTB untuk melangkah lebih cepat.
Karena daerah-daerah lain juga bekerja. Bahkan dengan kapasitas fiskal yang lebih tinggi, seperti Papua dan Papua Barat.
Istilah Generasi Emas diambil karena tujuan dari program ini adalah membangun sumber daya manusia NTB “berkualitas emas” di berbagai bidang, melalui proses pemberdayaan pasangan suami istri atau keluarga yang baru akan memiliki anak (isteri sedang hamil).
Artinya, proses pendampingan dengan kurikulum yang didesain khusus diharapkan efektif untuk mewujudkan orang tua atau pasangan suami istri yang memiliki pengetahuan cukup tentang tumbuh kembang anak.
Bahwa tumbuh kembang anak itu, termasuk membangun kecerdasan, harus dimulai proses pembentukannya sejak dalam kandungan.
Bahwa masa 1.000 hari pertama kelahiran adalah masa-masa emas dimana proses tumbuh kembang otak atau kecerdasan manusia harus difahami oleh pasangan suami istri.
Dengan demikian setiap pasangan akan dapat ‘mendidik’ anaknya sejak dalam kandungan.
Mimpinya sekian tahun kemudian diharapkan di NTB akan muncul generasi “berkualitas emas” di berbagai bidang, seperti science, olahraga, kesenian, dan lain-lain.
Program ini dilaksanakan sejak tahun 2017 di 100 desa di NTB, dengan cakupan binaan sekitar 8366 pasangan atau sekaligus juga 8366 bayi-balita.
Desa dan kelurahan yang menjadi lokus intervensi merupakan desa yang memiliki prevalensi gizi buruk, stunting yang tinggi dan ada ditemukan kematian ibu dan bayi dalam 1 tahun, di setiap Kabupaten/Kota.
Setelah sebelumnya (2016) dilakukan uji coba dan penyempurnaan instrument di 10 desa.
Program ini melibatkan kader posyandu, bidan desa, dan penyuluh KB di desa.
Tugas mereka adalah melakukan pendampingan terhadap sasaran.
Mereka harus memastikan bahwa sasaran telah mengikuti program kelas ibu atau parenting, hadir di posyandu dan mendapatkan imunisasi lengkap serta program lainnya.
Termasuk terkait dengan makanan tambahan untuk bayi, pemberian Multi Mikro Nutrien untuk ibu-ibu sasaran, dan lain-lain.
Pada tahun 2020 diadakan evaluasi untuk terhadap sasaran dengan menerapkan 33 indikator terstandar, seperti indicator terkait dengan Riwayat kehamilan, riawayat persalinan, riwayat bayi, maupun ketersiediaan faktor pendukung dan lingkungan sekitar.
Dari 2.456 sasaran yang terdata dan berpartisipasi dalam evaluasi, diperoleh kesimpulan bahwa mereka yang memenuhi persyaratan untuk dikategorikan sebagai Pasangan Ramah Anak (memenuhi 90 persen dari indicator yang ada) sebanyak 1.705 pasangan atau sebesar 69,42 persen.
Kemudian, pada tahun 2022 diadakan penelitian sederhana terkait dengan kecerdasan anak-anak sasaran dengan menggunakan sampel sebanyak 95 orang yang dipilih di lima kabupaten kota se-Pulau Lombok.
Pengukuran IQ melibatkan Psikolog dengan menggunakan instrumen terstandar. Pemilihan sampelnya secara acak sederhana.
Hasilnya, 16,8 persen mereka masuk kategori superior dengan IQ 120-139, cerdas 66,3 persen dengan IQ 110-139, kategori rata-rata atas dengan IQ 103-109, dan hanya 1 orang (1,1 persen) masuk kategori lambat belajar dengan IQ 80-89.
Belakangan diketahui bahwa yang bersangkutan ternyata stunting.
Kini, di tahun 2022 saya coba mengecek IPM NTB.
Ternyata terjadi perubahan yang luar biasa, dibandingkan dengan IPM 2008 seperti yang dijelaskan di atas.
Menurut data yang direlease BPS NTB, berdasarkan angka IPM 2021, NTB telah berhasil melewati IPM 4 provinsi, yaitu Papua Barat, NTT, Sulawesi Barat, dan Kalimantan Barat, yang pada tahun 2008 berada di atas NTB.
Bahwa ada korelasi atau tidak dengan pelaksanaan Program Generasi Emas NTB 2025, perlu penelitian tersendiri. Wallahu a’lam bissawab.
(*)
Praktik Baik Kebijakan Publik Berbasis Bukti dari Kabupaten Lombok Tengah |
![]() |
---|
Dari Puing ke Peluang, Refleksi Gempa Lombok 2018, Bangkitnya Jiwa Kolektif dan NTB Tangguh |
![]() |
---|
Abolisi dan Amnesti Prabowo, Rekonsiliasi Demi Persatuan Bangsa |
![]() |
---|
Fornas di NTB: Daya Tarik Wisata Hingga Kalkulasi Ekonomi Sang Gubernur |
![]() |
---|
Kebijakan Pembiayaan Partai Politik oleh Negara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.