Kadis DPMD Lombok Tengah Minta Kades dan Warga Desa Prako Ikuti Aturan Soal Perangkat Desa

Warga dan aparat Desa Persiapan Prako Kecamatan Janapria, Kabupaten Lombok Tengah menaati aturan pengangkatan perangkat desa.

Penulis: Lalu Helmi | Editor: Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM/LALU HELMI
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Lombok Tengah Zaenal Mustakim 

Salah seorang keluarga dari Seven Remen Ray Pamungkas, Doyan Sastra Satria mengaku tak habis pikir dengan keputusan yang diambil Penjabat Kepala Desa Persiapan Prako H Satarudin.

Awalnya, kata Doyan, penjabat kepala desa menolak Seven lantaran tak mengantongi surat rekomendasi dari pihak kecamatan. Sebab, dasar pemberian SK dari desa induk adalah adanya SK.

Namun, Doyan dengan tegas membantah klaim tersebut.

"Argumentasi tu sudah kita bantah, kita tunjukkan langsung rekomendasi dari kecamatan yang terbit tanggal 11 November 2022 lalu. Kemudian mereka bingung lagi, Kades tak bergeming," ungkap Doyan saat ditemui di Mataram pada Selasa (17/1/2023).

Kemudian alasan kedua mengapa Seven tidak diakomodir, kata Doyan, lantaran SK milik Seven dari desa induk disebut tidak sah.

Doyan menuturkan, alasan tersebut tambah tak masuk akal. Sebab, SK yang Seven pegang saat resmi diterbitkan desa induk dengan dibubuhkan tanda tangan Kepala Desa Loang Maka Muksin.

Dikatakannya, SK yang ditandatangani Kepala Desa Loang Maka, dipastikan sah secara hukum.

Sehingga pernyataan Pemdes Persiapan Prako yang menyoal SK yang bersangkutan, hanya alasan untuk lari dari kesalahan yang mereka perbuat.

Menurut Doyan, SK dari desa induk, penempatan Seven di Desa Persiapan Prako sudah mengacu pada aturan.

Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penataan Desa, pasal 77.

"Tidak bisa asal-asalan disebut sah atau tidaknya tanpa dasar, itu kan subjektif. Ini yang dijalankan birokrasi, ada aturan mainnya," papar Doyan.

Lebih aneh lagi, kata Doyan pemerintah desa persiapan Prako menyebut Seven tidak diterima atas dasar hasil musyawarah badan permusyawaratan desa (BPD).

Padahal, sampai saat ini para pihak yang diklaim terlibat dalam musyawarah tersebut, belum memiliki legalitas.

Itu berarti, sambung Doyan, apapun hasil kesepakatan dalam musyawarah tersebut tidak bisa dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan.

“Aturan induknya ada, tapi sangat aneh, kok bisa dikalahkan oleh musyawarah yang tidak jelas. Sekarang BPD, saat saya turun semua saling menyalahkan, tetapi di belakang nanti pernyataannya lain lagi. Ada kepanikan," kata Doyan.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved