Ketua Harian Perindo TGB Zainul Majdi Ungkap Bahaya Laten Singkirkan Lawan dengan Politik Identitas
Ketua Harian Nasional DPP Partai Perindo TGB HM Zainul Majdi memaparkan kembali mengenai politik identitas.
Penulis: Lalu Helmi | Editor: Maria Sorenada Garudea Prabawati
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Pada Pilpres 2019 lalu yang merisaukan terjadi adalah politik identitas.
Berbicara menyongsong Pilpres 2024, Ketua Harian Nasional DPP Partai Perindo TGB HM Zainul Majdi memaparkan kembali mengenai politik identitas.
Dikatakan, salah satu yang didapatkan TGB dari Forum antar pemimpin umat beragama di Bahrain adalah sikap wasathiyah atau moderat.
“Dalam konteks ini adalah proporsionalitas,” katanya, Senin (14/11/2022).
Mengenai politik identitas, kata Doktor Ahli Tafsir Alquran ini, semua individu lahir dengan sederet identitas yang given. Mulai jenis kelamin, ras, bahkan juga agama. Misalnya orang tua beragama A, kemudian anaknya mengikuti beragama A.
Baca juga: Genjot Investasi NTB, Dewan Godok Enam Raperda Inisiatif Turunan UU Cipta Kerja
“Dapat juga identitas ini lahir karena kerja sosial, atau juga dari pendidikan sampai latar belakang profesi itu semua identitas,” terangnya.
Dijelaskan Ketua Organisasi Internasioanl Alumni Al Azhar (OIAA) Indonesia, yang menjadi masalah ketika berpolitik praktis, tak sedikit orang yang mengejar kemenangan dengan mengeksploitasi identitas dalam konteks yang negatif.
“Misalnya, memobilisasi dukungan mengatasnamakan gagasannya yang paling valid dari sisi agama. Sehingga yang berbeda dianggap bertentangan dengan agama,” ucapnya.
“Orang berbeda kemudian dituduh munafik, antek-antek kafir, dan bermacam-macam. Politik identitas dalam makna primordial untuk menyingkirkan lawan politik harus kita jauhkan, tidak boleh ada di Indonesia,” sambungnya.
Baca juga: Fraksi PDIP Tanggapi Raperda Usulan Pemda KSB
Lebih lanjut, ketika politik identitas dibiarkan ini akan seperti kotak pandora. Saat ini dibuka, maka semua orang akan menggunakan politik identitas itu dan meminggirkan orang lain yang berbeda.
Di Indonesia sendiri, kata TGB, tidak semua daerah memiliki preferensi yang sama, ada satu daerah yang mayoritasnya umat Muslim, ada pula daerah lain mayoritas umat Kristiani, dan ada juga yang mayoritas umat Hindu.
“Maka ketika politik identitas digunakan untuk melabeli lawan politik atau menihilkan lawan politik ini dibiarkan, kita bisa hancur lebur sebagai bangsa,” urainya.
Sebaliknya, sambung Cucu Pahlawan Nasional TGKH M Zainuddin Abdul Madjid ini, ketika sumber primordial ini digunakan untuk mencari kemuliaan dalam berpolitik, misalnya di dalam Islam ada nilai keadilan atau pemihakan kepada orang lemah. Kemudian ada langkah afirmatif untuk orang terpinggirkan, bila nilai itu digunakan dalam politik tentu bagus.
“Tetap bersumber dari satu ajaran agama, tapi dalam konteks positif dihadirkan di ruang publik,” ucapnya.
Baca juga: Bawaslu NTB Terima 10 Unit Mobil Operasional untuk Permudah Penegakkan Aturan