Berita Dompu
Kisah 5 Warga Dompu Dijatuhi Hukuman Mati, Kini Berjuang Ajukan PK
Lima warga di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dijatuhi hukuman mati karena tuduhan pembunuhan berencana dan mutilasi berjuang hidup.
Penulis: Atina | Editor: Sirtupillaili
Padahal lanjut Yan, kelima terdakwa hanya mengakui membuang jasad 2 korban ke parit dekat kebun jagung, setelah kedua korban terkena sengatan listrik pada kabel telanjang yang dipasang para terpidana.
"Kalau perbuatan menghilangkan nyawa, diakui karena mereka memasang kabel telanjang yang sebabkan korban tersengat listrik. Tapi kalau memutilasi tidak," tegasnya.
Karena fakta tersebut, akhirnya kelima kliennya tersebut divonis hukuman seumur hidup di tingkat Pengadilan Negeri Dompu.
Akan tetapi hukuman kliennya lebih berat, yakni dijatuhi vonis hukuman mati setelah dilakukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Mataram.
Pada saat proses banding ini, memori banding kliennya disusun oleh orang lain, yang mana isinya jika klien mengaku telah melakukan mutilasi.
"Mereka ini tidak tahu apa-apa, kalau dalam banding ada pengakuan melakukan mutilasi. Sehingga divonis pidana mati," beber Yan.
Pengacara yang juga aktif mengadvokasi persoalan anak dan perempuan ini mengatakan, selama upaya hukum banding dan kasasi sama sekali tidak diberikan haknya, yakni pendampingan oleh Penasehat Hukum (PH) dari negara.
Harusnya beber Yan, nnegara dalam hal ini hakim tingkat banding dan kasasi mempertimbangkan ketiadaan Pengacara dalam upaya hukum yang dilakukan oleh para Terdakwa.
Kemudian, memeriksa secara lebih teliti fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan tingkat pertama.
Bukan malah memperberat hukuman menjadi pidana mati.
"Karena kami menilai ada kekhilafan dan kekeliruan yang nyata, Hakim banding dan kasasi tidak mempertimbangkan fakta yang terungkap dalam persidangan yang tidak sesuai dengan uraian dakwaan. Melainkan terperangkap dalam opini publik dan Berkas Perkara di kepolisian yang dalam persidangan dibantah oleh para Terdakwa," urai Yan.
Atas dasar ini semua, Yan akan mendampingi para terpidana mati tersebut untuk mendapatkan keadilan.
Selain itu, Yan juga mengaku memiliki bukti atau novum baru sehingga pengajuan PK bisa dilakukan.
"Perbuatan menghilangkan nyawa orang lain iya betul. Tapi mutilasi itu tidak dilakukan. Sehingga vonis mati itu kami anggap berlebihan," pungkasnya.
(*)