Kasus PMK di Bima Terus Bertambah, Stok Obat Menipis
Penyebaran kasus PMK di Bima semakin meningkat, dalam sehari saja bertambah 59 ekor sapi yang positif terjangkit.
Penulis: Atina | Editor: Maria Sorenada Garudea Prabawati
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, BIMA - Stok obat untuk menangani Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kabupaten Bima, mulai menipis.
Di sisi lain, ternak yang terjangkit PMK semakin bertambah hingga 59 ekor dalam satu hari.
Penyebaran kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Bima semakin meningkat.
Dalam sehari saja bertambah 59 ekor sapi yang positif terjangkit.
Kepala UPT Dinas Peternakan Madapangga, Abidin yang dihubungi via ponsel mengatakan, penambahan kasus terjadi karena sapi yang semula sudah positif terjangkit PMK, berbaur dengan sapi lain.
Baca juga: 62,87 Persen BMD Belum Bersertifikat, Pemkab Bima Bentuk Tim Khusus Penyelesaian Sengkarut Lahan
"Untuk memutus mata rantai penyebaran PMK ini terasa sulit, karena kebiasaan peternak kita melepas liar sapi," jelasnya.
Sejauh ini, solusi yang dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran dengan lakukan vaksinasi pada sapi yang belum terjangkit PMK di sekitar daerah pelepasan liar hewan ternak.
"Penyebaran virus PMK ini sangat cepat. Khusus di Madapangga, sekarang tidak lagi di Desa Dena tetapi sudah menyebar ke desa lain," ungkapnya.
Sapi yang berasal dari desa Dena, berbaur dengan sapi dari Desa Rade, begitu juga seterusnya.
Semenjak kasus PMK ditemukan, siang dan malam pihaknya rutin melakukan pengecekan di lokasi lepas liar ternak.
"Setiap hari kita ke lokasi pelepasan ternak mengecek satu per satu, kemudian memberi suntikan antibiotik dan vaksin," ujarnya.
Baca juga: KPU NTB Gelar Sosialisasi Pemilu 2024 di MAN 2 Mataram, Ribuan Siswa Antusias Hadir
Untuk ternak sapi warga yang disimpan dalam kandang, tetap diperhatikan dengan penyemprotan disinfektan dan pemberian vaksin.
"Kendalanya berupa ketersediaan vaksin dan obat yang minim. Sedangkan jumlah sapi yang positif, meningkat dan penyebaran virus makin meluas," ungkapnya.
Jumlah dosis vaksin yang tersedia saat ini tidak sebanding dengan jumlah ternak yang terjangkit.