Laporan Khusus

Kopi Sembalun Sulit Mendapat Tempat di Pulau Sendiri, Mengapa?

Kopi Sembalun merupakan salah satu kopi arabika terbaik dari Nusa Tenggara Barat (NTB). Sayangnya pegiat kopi kesulitan mendapatkan kopi Sembalun.

Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBIYAN ABEL RAMDHON
Lalu Wiembarda, pemilik kedai Kopi Madjoe di Kota Praya, Lombok Tengah. Dia mengaku sulit mendapatkan Kopi Sembalun. 

Seperti kopi-kopi dari pulau Bali dan Jawa.

Selain karena arus distribusinya lancar dan akses mendapatkannya begitu mudah, kopi-kopi dari daerah Jawa dan Bali, biasanya diolah dengan benar sehingga diterima dalam kondisi berkualitas.

"Kalau di sini asal petik, asal sangrai atau roasting, lalu dijual. Padahal semua ada metode dan perhitungannya sebelum sampai ke penikmat," ujar Wiem.

Menurut Wiem, antara petani dan pegiat kopi mesti kompak untuk menghasilkan dan mengolah biji kopi asli pulau Lombok.

Misalnya, dengan mengkurasi biji yang dipetik, melakukan proses sangrai atau roasting, dan strategi distribusi yang modern, bisa dilakukan bersama dengan semangat kolaboratif.

Apalagi dengan potensi biji kopi arabika Sembalun, mestinya kopi dari pulau Lombok bisa didistribukan lebih merata dengan kualitas terjaga.

"Dan dengan begitu, pegiat kopi lokal atau coffee shop kita bisa menikmati dan memanfaatkan kopi dari daerah sendiri tanpa harus jauh-jauh cari ke pulau lain," ucapnya.

Sajian coffee latte atau kopi susu merupakan salah satu menu kopi yang disajikan kafe-kefe di Lombok, NTB. Termasuk coffee latte berbahan biji Kopi Sembalun.
Sajian coffee latte atau kopi susu merupakan salah satu menu kopi yang disajikan kafe-kefe di Lombok, NTB. Termasuk coffee latte berbahan biji Kopi Sembalun. (TRIBUNLOMBOK.COM/SIRTUPILLAILI)

Lalu seperti apa peran pemerintah selama ini?

Dari pandangan Wiem, apa yang dilakukan pemerintah sudah cukup baik.

Terutama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI melalui pelatihan-pelatihannya.

Namun menurut Wiem, pelatihan-pelatihan itu harus dimaksimalkan lagi.

Karena banyak pegiat-pegiat kopi yang sebenarnya membutuhkan itu, namun tidak bisa mendapat akses untuk mengikutinya.

"Jadi solusinya, pelatihan harus merata, dan yang melatih benar-benar mempuni. Jadi yang terlibat bukan kenalan orang-orang dalam saja," kata Wiem.

Di samping itu, pemerintah juga sering menggelar pameran-pameran atau gelaran yang memungkinkan pegiat kopi dapat mendistribusikan karya mereka.

Namun menurutnya hal itu belum cukup.

Perlu pembentukan ekosistem oleh antar pegiat kopi lokal.

Artinya tidak selalu bergantung pada program pemerintah.

"Karena itu, antara pegiat kopi pun bisa menjalin kolaborasi. Tujuannya sama, mengenalkan kopi Lombok ke semua orang," pungkasnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved