Laporan Khusus
Kopi Sembalun Sulit Mendapat Tempat di Pulau Sendiri, Mengapa?
Kopi Sembalun merupakan salah satu kopi arabika terbaik dari Nusa Tenggara Barat (NTB). Sayangnya pegiat kopi kesulitan mendapatkan kopi Sembalun.
Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Sirtupillaili
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK - Kopi Sembalun merupakan salah satu kopi terbaik di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kopi Sembalun tumbuh di kawasan Gunung Rinjani, sekitar 1.227 di atas permukaan laut.
Tidak heran, Kopi Sembalun khususnya jenis arabika selalu jadi primadona.
Walau demikian, Kopi Sembalun belum mendapat tempat yang istimewa di pegiat coffee shop.
Baca juga: Peluang dan Tantangan Kopi NTB, Produksi Melimpah Kualitas Masih Kalah
Secara umum jenis biji kopi yang banyak tumbuh di Lombok yakni robusta dan arabika.
Robusta biasanya tumbuh di kondisi geografis dengan dataran rendah.
Sementara arabika sebaliknya, tumbuh di atas dataran tinggi.
Pulau Lombok merupakan satu di antara banyak daerah penghasil biji kopi di Indonesia, termasuk arabika.
Berkat dataran tinggi di sekitar kawasan Gunung Rinjani, biji-biji kopi arabika, selanjutnya disebut 'kopi sembalun' tumbuh dengan subur.
Meski demikian, realitas ini tak lantas membuat biji kopi Sembalun mendapat tempat yang istimewa, baik di penikmat maupun pegiat coffee shop.
Lalu Wiembarda, pemilik kedai Kopi Madjoe, Praya, Lombok Tengah, mengungkapkan kegelisahan tentang sulitnya mendapat biji kopi Sembalun.
Sejak memulai usaha kopi tahun 2019, ia merasa kesulitan mendapatkan biji kopi Sembalun yang berkualitas. Bahkan menurutnya sangat langka.
"Waktu itu, banyak tengkulak yang memonopoli dari petani, kemudian langsung dijual ke luar (luar pulau), soal sekarang apa masih atau enggak, saya belum tahu," ungkap Wiem, kepada Tribunlombok.com, Sabtu (18/6/2022).

Sulitnya mendapat biji kopi Sembalun membuat banyak coffee shop di Lombok, khususnya di Kota Mataram, berpaling ke biji-biji kopi dari daerah lain.
Seperti kopi-kopi dari pulau Bali dan Jawa.
Selain karena arus distribusinya lancar dan akses mendapatkannya begitu mudah, kopi-kopi dari daerah Jawa dan Bali, biasanya diolah dengan benar sehingga diterima dalam kondisi berkualitas.
"Kalau di sini asal petik, asal sangrai atau roasting, lalu dijual. Padahal semua ada metode dan perhitungannya sebelum sampai ke penikmat," ujar Wiem.
Menurut Wiem, antara petani dan pegiat kopi mesti kompak untuk menghasilkan dan mengolah biji kopi asli pulau Lombok.
Misalnya, dengan mengkurasi biji yang dipetik, melakukan proses sangrai atau roasting, dan strategi distribusi yang modern, bisa dilakukan bersama dengan semangat kolaboratif.
Apalagi dengan potensi biji kopi arabika Sembalun, mestinya kopi dari pulau Lombok bisa didistribukan lebih merata dengan kualitas terjaga.
"Dan dengan begitu, pegiat kopi lokal atau coffee shop kita bisa menikmati dan memanfaatkan kopi dari daerah sendiri tanpa harus jauh-jauh cari ke pulau lain," ucapnya.

Lalu seperti apa peran pemerintah selama ini?
Dari pandangan Wiem, apa yang dilakukan pemerintah sudah cukup baik.
Terutama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI melalui pelatihan-pelatihannya.
Namun menurut Wiem, pelatihan-pelatihan itu harus dimaksimalkan lagi.
Karena banyak pegiat-pegiat kopi yang sebenarnya membutuhkan itu, namun tidak bisa mendapat akses untuk mengikutinya.
"Jadi solusinya, pelatihan harus merata, dan yang melatih benar-benar mempuni. Jadi yang terlibat bukan kenalan orang-orang dalam saja," kata Wiem.
Di samping itu, pemerintah juga sering menggelar pameran-pameran atau gelaran yang memungkinkan pegiat kopi dapat mendistribusikan karya mereka.
Namun menurutnya hal itu belum cukup.
Perlu pembentukan ekosistem oleh antar pegiat kopi lokal.
Artinya tidak selalu bergantung pada program pemerintah.
"Karena itu, antara pegiat kopi pun bisa menjalin kolaborasi. Tujuannya sama, mengenalkan kopi Lombok ke semua orang," pungkasnya.
(*)