Pesan Toleransi dan Deradikalisasi dari HUT SMPN 8 Kota Bima
Terletak di kelurahan yang kerap dianggap sebagai kelurahan terorisme, SMPN 8 Kota Bima mengangkat tema khusus dalam peringatan HUT ke 31
Penulis: Atina | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Terletak di kelurahan yang kerap dianggap sebagai kelurahan terorisme, SMPN 8 Kota Bima mengangkat tema khusus dalam peringatan HUT ke 31, yang jatuh pada Rabu (23/3/2022).
Perayaan kali ini mengangkat tema pelajar yang berakhlak mulia, kreatif, inovatif dan mandiri.
Sekolah menggelar pawai keliling, menggunakan pakaian adat Bima mengambil rute yang cukup panjang.
Mulai dari Kelurahan Penatoi, menuju Kelurahan Rite, Penanae Kecamatan Raba, hingga memutar ke Kecamatan Mpunda yakni Kelurahan Santi dan kembali ke Kelurahan Penatoi.
Baca juga: Masuk Masa Panen, Petani di Bima Mulai Dihantui Anjloknya Harga Jagung
Jalur pawai ini, melewati seluruh kelurahan yang mengelilingi Kelurahan Penatoi.
Pawai yang terus diiringi tabuhan drum band itu, sontak memantik perhatian dan warga pengguna jalan yang dilalui.
Menariknya, dalam pawai tersebut para peserta membawa serta sejumlah spanduk bertemakan nasionalisme.
Satu di antaranya bertuliskan Kami Siswa dan Siswi SMP 8 Kota Bima, Bangga Kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Baca juga: Dua Mahasiswa IAIM Bima Boyong Emas dari Kejuaraan Nasional Pencak Silat Championship 2022
Sementara spanduk lain nampak bertuliskan Mari Kita Rawat Nilai Kebhinekaan Dalam Bingkai NKRI Demi Terwujudnya Persatuan dan Kesatuan, Serta Menjunjung Tinggi Nasionalisme.
Kepala Sekolah SMPN 8 Kota Bima, Ridwan menyampaikan, tema yang terpampang dalam spanduk menunjukkan siswa siswi SMPN 8 Kota Bima mengajak untuk kembali mengingat nilai-nilai nasionalisme dan kebangsaan.
Sebagai cara untuk menangkal paham radikalisme yang mengancam keutuhan NKRI.
Pesan ini juga menunjukkan, faham radikalisme tidak mendapat tempat di Kelurahan Penatoi khususnya, Kota Bima serta Kabupaten Bima umumnya.
Tidak hanya itu, Ridwan mengatakan agama manapun tidak mengajarkan untuk saling bermusuhan.
Apalagi saling membunuh yang menurut hukum di Indonesia, itu merupakan sebuah pelanggaran berat.
