Wawancara Khusus
Tuan Guru Bajang: Mengkhianati Indonesia Sama dengan Mengkhianati Sang Pencipta
Tuan Guru Bajang ( TGB) K.H. Muhammad Zainul Majdi kembali terpilih sebagai ketua umum PB NWDI dalam muktamar tersebut.
Kita membangun perjumpaan di ruang keluarga itu dalam konteks saling menguatkan dan mengisi. Saling mengapresiasi dan mentoleransi perbedaan-perbedaan pandangan yang ada.
Kalau itu bisa dibangun, kita bisa menjadi lebih rileks sebagai bangsa. Dan rumah Indonesia itu akan kokoh dan kuat.
Luar biasa. Muktamar NWDI momentumnya pas betul untuk menyuarakan ini. Bagaimana Pak TGB melihat peran ormas keagamaan di Indonesia?
Satu hal yang menarik dari ormas keagamaan di Indonesia,
khususnya ormas yang sudah punya rekam jejak itu hampir bahkan semuanya tidak lepas dari semangat keindonesiaan dan kebangsaan.
Kalau kita lihat Nahdlatul Ulama, kita lihat Muhammadiyah, kita lihat NWDI, semuanya ini selalu semangatnya keislaman dan keindonesiaan.
Jadi, kenapa kok keislaman dan keindonesian? Karena para pendiri ormas ini sadar bahwa kita tidak mungkin beragama di ruang hampa.
Kan kita beragama itu bukan di awang-awang. Tapi di tanah air yang jelas namanya Indonesia.
Karena itu menjaga Indonesia adalah bagian yang inheren dari menjaga keagamaan kita. Mengkhianati Indonesia adalah mengkhianati Tuhan. Mengkhianati sang pencipta karena Dia memberikan ruang ini.
Nah karena kesadaran itu maka sebenarnya tidak pernah ada masalah di kalangan ormas-ormas keagamaan untuk bergerak bersama membangun Indonesia. Itu yang dilakukan selama ini. Nah memang, ada dua hal yang perlu menjadi cacatan.
Pertama, akhir-akhir ini memang ada beberapa ormas, kelompok-kelompok yang membawa nama keagamaan tetapi, apa namanya, gerak, aktivitasnya ternyata tidak berkontribusi menguatkan Indonesia.
Tapi justru berpotensi melemahkan bahkan memecah belah. Bahkan katakanlah, merusak kesepakatan berbangsa yang sudah ada. Itu memang ada. Tapi ini minor. Ini tidak banyaklah.
Kemudian yang kedua, yang saya sampaikan tadi bahwa di sisi yang lain menurut saya pemerintah harus membangun kemitraan strategis.
Artinya apa, ya mohon maaf misalnya, pimpinan-pimpinan ormas keagamaan itu diajak bicara tidak hanya pada saat ketika suatu program itu bermasalah tetapi dari awal disampaikan landasan konstitusionalnya ini, prosesnya kayak begini, tujuannya ini, untuk kemaslahatan semua, untuk kemajuan Indonesia.
Dalam proses itu kalau ada diskusi, kalau ada perbedaan pandangan, itu tetap diterima sebagai bagian dari pengayaan.
Nah kalau terjadi seperti itu, kemitraan yang memang utuh, maka saya pikir semua progam akan diterima lebih baik oleh masyarakat.
Tidak hanya dipandang sebagai keputusan politik. Kan masyarakat kadang-kadang begitu. Wah pokoknya ini keputusan politik, harus kita laksanakan. Nggak, tapi ini keputusan kita bersama. Keputusan Indonesia. (*)