Wawancara Khusus

Tuan Guru Bajang: Mengkhianati Indonesia Sama dengan Mengkhianati Sang Pencipta

Tuan Guru Bajang ( TGB) K.H. Muhammad Zainul Majdi kembali terpilih sebagai ketua umum PB NWDI dalam muktamar tersebut.

Editor: Dion DB Putra

TRIBUNLOMBOK.COM - Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) menyelenggarakan muktamar pertama di Pancor, Selong, Kabupaten Lombok Timur pada tanggal 29-31 Januari 2022.

Tuan Guru Bajang ( TGB) K.H. Muhammad Zainul Majdi kembali terpilih sebagai ketua umum PB NWDI dalam muktamar tersebut.

Baca juga: Ini Empat Fakta Menarik Soal Ponpes Nurul Haramain NWDI Narmada

Baca juga: TGB Ungkap Determinasi Politik Jokowi dan Harapannya Mengenai Masa Depan Sirkuit Mandalika

Menjelang muktamar, TGB KH Muhammad Zainul Majdi berkenan memenuhi permintaan wawancara khusus dengan wartawan TribunLombok.com, Dion DB Putra.

Berikut petikan lengkap wawancara dengan TGB yang berlangsung di sebuah kafe di Kota Mataram.

Bisa diceritakan pesan atau inspirasi yang hendak disampaikan dari muktamar NWDI yang pertama ini, tidak hanya bagi masyarakat NTB tapi juga Indonesia dan dunia.

Secara organisasi, muktamar adalah forum tertinggi di NWDI untuk bicara hal-hal strategis. Perlu kita ingat NWDI itu inheren pada namanya Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah.

Nahdlatul itu pergerakan, kebangkitan. Wathan itu negara bangsa. Diniyah berbasis tuntutan agama Islam, nilai-nilai Islam.

Jadi dari namanya saja sudah tergambar apa yang organisasi ini mau lakukan.

Organisasi ini ketika hadir memang mencita-citakan dirinya bekerja, bergerak bersama elemen-elemen yang lain untuk membangun bangsa.

Nah, sekarang terasa betul bahwa semangat membangun bangsa ini kan sedang bergelora di mana-mana.

Karena itu NWDI sebagai ormas harus menyegarkan dirinya, memobilisasi elemen-elemen di dalam, untuk bersama seluruh anak-anak bangsa bergerak membangun Indonesia.

Apalagi tantangan sekarang sudah berubah. Artinya kalau dulu kita hidup itu homogen.

Organisasi NWDI dulu lahir di NTB, dalam komunitas pesantren, itu kan ada homogenitas. Sama semua.

Tapi begitu keluar berjumpa dengan anak bangsa yang lain, dari latar belakang berbeda baik suku, bangsa, agama, budaya itu kan kita dituntut untuk mau dengan ikhlas bersama-sama. Membangun kebersamaan.

Di situ kemudian guru kita, pahlawan nasional Tuan Guru Zainuddin Abdul Madjid mengajarkan kepada kami sikap yang namanya tasawuf.

Sikap yang proporsional, sikap pertengahan, proporsional, menghargai orang yang beda, kemudian membuka telinga, mendengar, bersama-sama bekerja untuk kemajuan dan kemaslahatan bersama.

Saya pikir itu hal-hal yang klasik bahkan kadang-kadang orang menganggap itu klise, tapi menurut saya itu penting.

Karena kan bang Dion tahu, sekarang ini eranya individual. Semua ingin bekerja untuk diri sendiri, yang penting saya untung, lupakanlah yang lain.

Bukan begitu. Kita sebagai bangsa kan harus memikirkan kebersamaan dan itu nilai kebersamaan, membangun kohesivitas sosial ingin terus disegarkan oleh NWDI.

Dalam forum muktamar perdana NWDI tentu akan bahas soal organisasi, kepengurusan dan program kerja. Apa yang menjadi fokus NWDI?

Satu hal pascapandemi yang kita agendakan adalah recovery ekonomi. Recovery ekonomi itu tentu maksudnya adalah bukan sekadar ekonomi kita berjalan tapi juga ekonomi yang berjalan itu bisa mendistribusikan keadilan untuk semua.

Nah, karena itu salah satu fokus dari NWDI, khususnya pascapandemi dan lima tahun ke depan adalah penguatan ekonomi umat.

Yang dimaksudkan umat itu ya seluruh bangsa Indonesia, bukan hanya NWDI. Bukan hanya umat Islam saja tapi seluruh bangsa.

Nah bentuk yang konkretnya adalah kita ikut bekerja untuk menumbuhkan kapasitas UMKM yang ada di tengah masyarakat.

Banyak sekali pelaku UMKM itu warga NWDI. Mereka ini perlu akses pasar, perlu juga akses finansial, perlu akses keterampilan, kemampuan bagaimana produknya itu lebih cocok dengan pasar.

Nah NWDI ingin bisa berkontribusi di situ. Tentu bekerja sama dengan pihak-pihak lain yang sudah punya pengalaman. Itu salah satu hal yang perlu kami perkuat. Karena apa?

Kita kan ingin bahwa UMKM dan aktivitas ekonomi khususnya di perdesaan harus tetap bergerak untuk masyarakat desa itu.

Jangan sampai aktivitas ekonominya bergerak tapi kemanfaatannya ditarik ke kota semua. Disedot semua ke kota.

Nah mereka harus punya kapasitas yang kuat, kemudian punya kemampuan memproduksi barang dan jasa yang diperlukan oleh pasar.

Secara kompetitif NWDI ingin ikut berkiprah. Kita melihat bahwa seiring dengan pandemi ini, ketegangan yang terjadi di masyarakat khususnya karena berita-berita bohong atau hoaks masih sangat masif. NWDI ingin berperan untuk membersihkan ruang publik itu.

Konkretnya apa? Narasi-narasi dakwah NWDI itu kita ingin pastikan betul tidak memancing atau memicu kerusuhan, keributan atau konflik. Tapi narasi yang mendamaikan dan mengajak kepada kebaikan.

Pak TGB tadi katakan tulang punggung bangsa ini adalah persaudaraan. Bisa diceritakan lebih lanjut?

Indonesia ini kan sesuatu yang sebenarnya imajiner. Konsep Indonesia ada di imajinasi kita. Konkretnya apa sih? Konkretnya adalah interaksi sosial.

Indonesia itu satu negara bangsa. Konkretnya kita semua inilah anak bangsa. Bang Dion, saya. Jadi kalau kita ingin memperkuat Indonesia maka relasi sosial ini harus kita perkuat.

Sikap dan perilaku. Budaya bangsa kita. Apa sih budaya? Budaya adalah apa yang anda lakukan dan bagaimana anda melakukannya.

Jadi kalau kita bicara Indonesia kuat ke depan tentu budaya yang terbangun harus budaya positif yang berlandaskan pada penghormatan satu sama lain.

Konkretnya nih, misalnya saya bertemu sama orang yang beda sama saya. Beda suku misalnya. Kan saya dalam tanda kutip harus hati-hati.

Saya dari Suku Sasak nih, Bang Dion dari Flores. Kan saya harus cari tahu dulu kira-kira kosa kata di Flores yang nggak disukai kayak apa? Saya nggak mungkin memakai kosa kata yang dibenci bang Dion kan?

Atau misalnya saya ketemu orang yang beda agama.Tidak mungkin saya jadikan bahan pembicaraan itu memuji-muji agama saya sambil menjelek-jelekkan agama orang yang saya jumpai. Kan relasi sosial akan mengeras.

Nah itu yang saya maksudkan bahwa mari terus kita bangun kesadaran bahwa Indonesia ini bergantung pada relasi sosial yang kita bangun antara anak bangsa.

Kalau kita bisa saling menghormati, konkretnya nih, untuk akidah taruh di hati kita. Ritual ibadah individual, muamalah, interaksi sosial itu khasanah bersama kita.

Ya kalau kita ibaratkan rumah, bang Dion punya kamar sendiri, saya punya kamar sendiri tapi ada kamar tamu, ada kamar keluarga. Di situlah kita bertemu.

Yang namanya ruang tidur biasanya lebih kecil, ruang keluarga selalu lebih besar.

Di kamar tidur itu saya bisa melakukan apa yang saya mau, akidah saya, ritual ibadah saya.

Tapi begitu di ruang keluarga maka kita bicara hal-hal yang menyatukan. Itu yang menurut saya penting. Bahwa Indonesia adalah ruang keluarga.

Kita membangun perjumpaan di ruang keluarga itu dalam konteks saling menguatkan dan mengisi. Saling mengapresiasi dan mentoleransi perbedaan-perbedaan pandangan yang ada.

Kalau itu bisa dibangun, kita bisa menjadi lebih rileks sebagai bangsa. Dan rumah Indonesia itu akan kokoh dan kuat.

Luar biasa. Muktamar NWDI momentumnya pas betul untuk menyuarakan ini. Bagaimana Pak TGB melihat peran ormas keagamaan di Indonesia?

Satu hal yang menarik dari ormas keagamaan di Indonesia,
khususnya ormas yang sudah punya rekam jejak itu hampir bahkan semuanya tidak lepas dari semangat keindonesiaan dan kebangsaan.

Kalau kita lihat Nahdlatul Ulama, kita lihat Muhammadiyah, kita lihat NWDI, semuanya ini selalu semangatnya keislaman dan keindonesiaan.
Jadi, kenapa kok keislaman dan keindonesian? Karena para pendiri ormas ini sadar bahwa kita tidak mungkin beragama di ruang hampa.

Kan kita beragama itu bukan di awang-awang. Tapi di tanah air yang jelas namanya Indonesia.

Karena itu menjaga Indonesia adalah bagian yang inheren dari menjaga keagamaan kita. Mengkhianati Indonesia adalah mengkhianati Tuhan. Mengkhianati sang pencipta karena Dia memberikan ruang ini.

Nah karena kesadaran itu maka sebenarnya tidak pernah ada masalah di kalangan ormas-ormas keagamaan untuk bergerak bersama membangun Indonesia. Itu yang dilakukan selama ini. Nah memang, ada dua hal yang perlu menjadi cacatan.

Pertama, akhir-akhir ini memang ada beberapa ormas, kelompok-kelompok yang membawa nama keagamaan tetapi, apa namanya, gerak, aktivitasnya ternyata tidak berkontribusi menguatkan Indonesia.

Tapi justru berpotensi melemahkan bahkan memecah belah. Bahkan katakanlah, merusak kesepakatan berbangsa yang sudah ada. Itu memang ada. Tapi ini minor. Ini tidak banyaklah.

Kemudian yang kedua, yang saya sampaikan tadi bahwa di sisi yang lain menurut saya pemerintah harus membangun kemitraan strategis.

Artinya apa, ya mohon maaf misalnya, pimpinan-pimpinan ormas keagamaan itu diajak bicara tidak hanya pada saat ketika suatu program itu bermasalah tetapi dari awal disampaikan landasan konstitusionalnya ini, prosesnya kayak begini, tujuannya ini, untuk kemaslahatan semua, untuk kemajuan Indonesia.

Dalam proses itu kalau ada diskusi, kalau ada perbedaan pandangan, itu tetap diterima sebagai bagian dari pengayaan.

Nah kalau terjadi seperti itu, kemitraan yang memang utuh, maka saya pikir semua progam akan diterima lebih baik oleh masyarakat.

Tidak hanya dipandang sebagai keputusan politik. Kan masyarakat kadang-kadang begitu. Wah pokoknya ini keputusan politik, harus kita laksanakan. Nggak, tapi ini keputusan kita bersama. Keputusan Indonesia. (*)

Simak semua wawancara khusus di sini

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved