Wawancara Khusus
Tuan Guru Bajang: Mengkhianati Indonesia Sama dengan Mengkhianati Sang Pencipta
Tuan Guru Bajang ( TGB) K.H. Muhammad Zainul Majdi kembali terpilih sebagai ketua umum PB NWDI dalam muktamar tersebut.
Konkretnya apa? Narasi-narasi dakwah NWDI itu kita ingin pastikan betul tidak memancing atau memicu kerusuhan, keributan atau konflik. Tapi narasi yang mendamaikan dan mengajak kepada kebaikan.
Pak TGB tadi katakan tulang punggung bangsa ini adalah persaudaraan. Bisa diceritakan lebih lanjut?
Indonesia ini kan sesuatu yang sebenarnya imajiner. Konsep Indonesia ada di imajinasi kita. Konkretnya apa sih? Konkretnya adalah interaksi sosial.
Indonesia itu satu negara bangsa. Konkretnya kita semua inilah anak bangsa. Bang Dion, saya. Jadi kalau kita ingin memperkuat Indonesia maka relasi sosial ini harus kita perkuat.
Sikap dan perilaku. Budaya bangsa kita. Apa sih budaya? Budaya adalah apa yang anda lakukan dan bagaimana anda melakukannya.
Jadi kalau kita bicara Indonesia kuat ke depan tentu budaya yang terbangun harus budaya positif yang berlandaskan pada penghormatan satu sama lain.
Konkretnya nih, misalnya saya bertemu sama orang yang beda sama saya. Beda suku misalnya. Kan saya dalam tanda kutip harus hati-hati.
Saya dari Suku Sasak nih, Bang Dion dari Flores. Kan saya harus cari tahu dulu kira-kira kosa kata di Flores yang nggak disukai kayak apa? Saya nggak mungkin memakai kosa kata yang dibenci bang Dion kan?
Atau misalnya saya ketemu orang yang beda agama.Tidak mungkin saya jadikan bahan pembicaraan itu memuji-muji agama saya sambil menjelek-jelekkan agama orang yang saya jumpai. Kan relasi sosial akan mengeras.
Nah itu yang saya maksudkan bahwa mari terus kita bangun kesadaran bahwa Indonesia ini bergantung pada relasi sosial yang kita bangun antara anak bangsa.
Kalau kita bisa saling menghormati, konkretnya nih, untuk akidah taruh di hati kita. Ritual ibadah individual, muamalah, interaksi sosial itu khasanah bersama kita.
Ya kalau kita ibaratkan rumah, bang Dion punya kamar sendiri, saya punya kamar sendiri tapi ada kamar tamu, ada kamar keluarga. Di situlah kita bertemu.
Yang namanya ruang tidur biasanya lebih kecil, ruang keluarga selalu lebih besar.
Di kamar tidur itu saya bisa melakukan apa yang saya mau, akidah saya, ritual ibadah saya.
Tapi begitu di ruang keluarga maka kita bicara hal-hal yang menyatukan. Itu yang menurut saya penting. Bahwa Indonesia adalah ruang keluarga.