Kejahatan Perdagangan Orang di NTB Kelima Terbanyak di Indonesia, Modusnya Makin Rumit

NTB menempati posisi kelima di Indonesia dengan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tertinggi

Penulis: Sirtupillaili | Editor: Wulan Kurnia Putri
Dok. DP3AP2KB NTB
RAKOR: Kepala DP3AP2KB NTB Ir Husnanidiaty Nurdin (kedua kiri) besama Kepala UPT BP2MI NTB Abri Danar Prabawa (kedua kanan) dan Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujewati (kanan), saat rapat koordinasi lintas sektor pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk TPPO, di Hotel Aruna Senggigi, Rabu (18/8/2021). 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT – Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menempati posisi kelima daerah dengan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tertinggi di Indonesia.

NTB di urutan kelima setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Hal ini terungkap dalam rapat koordinasi lintas sektor pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk TPPO, digelar DP3AP2KB NTB, di Hotel Aruna Senggigi, Rabu (18/8/2021).

Menindaklanjuti hal ini, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB Husnanidiaty Nurdin meminta semua pihak bersinergi memberantas TPPO.

”TPPO adalah kasus yang berat dan harus ditangani secara serius mulai dari pencegahan, penanganan, hingga pemulihan karena ini sindikat international," ungkapnya.

Menurutnya, aturan TPPO sudah banyak namun pembagian peran masing-masing pihak harus jelas.

Husnanidiaty menjelaskan, banyak pihak bisa berperan memberantas TPPO.

Mulai dari pemerintahan desa, tokoh masyarakat, masyarakat, hingga perangkat pemerintah daerah dan penegak hukum.

RAKOR: Kepala DP3AP2KB NTB Ir Husnanidiaty Nurdin (kedua kiri) besama Kepala UPT BP2MI NTB Abri Danar Prabawa (kedua kanan) dan Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujewati (kanan), saat rapat koordinasi lintas sektor pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk TPPO, di Hotel Aruna Senggigi, Rabu (18/8/2021).
RAKOR: Kepala DP3AP2KB NTB Ir Husnanidiaty Nurdin (kedua kiri) besama Kepala UPT BP2MI NTB Abri Danar Prabawa (kedua kanan) dan Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujewati (kanan), saat rapat koordinasi lintas sektor pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk TPPO, di Hotel Aruna Senggigi, Rabu (18/8/2021). (Dok. DP3AP2KB NTB)

Menurutnya, pemerintah desa memiliki peran penting.

Mereka memiliki data yang lengkap dan terpadu.

Seperti sistem informasi desa (SID), bahkan sekarang sedang dikembangkan sistem informasi posyandu (SIP) yang isinya data kekerasan dan perkawinan anak di desa.

Di sisi lain, jika ada pekerja migran bermasalah, sekrang sebaiknya tidak langsung dipulangkan ke daerah asal.

”Namun mereka bisa diberi bekal keterampilan,” katanya.

Baca juga: Gadis 17 Tahun di NTB Jadi Korban Perdagangan Orang, Identitas Dipalsukan hingga Dihamili Tekong

Baca juga: Ibu Lapor Polisi setelah Lihat Gambar Aneh di Tangan Anak, Ternyata Tanda Sasaran Perdagangan Anak

Selain memperkuat sinergitas dan kerja sama serta koordinasi lintas sektor, rakor juga digelar untuk mengevaluasi kinerja OPD terkait perlindungan perempuan dan anak.

Serta kinerja lembaga layanan untuk korban kekerasan bagi perempuan dan anak.

Serta menyamakan persepsi semua stakeholder dalam pencegahan dan penanganan TPPO di NTB.

Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO Provinsi NTB diharapkan mamberikan solusi untuk mengurangi kasus TPPO.

Kepala UPT BP2MI NTB Abri Danar Prabawa dalam pertemuan mengatakan, dari semua kasus TPPO di dunia ,85 persen korban berasal dari Asia.

"Dari 85 persen itu 88 persennya berasal dari Indonesia dengan jenis pekerjaan terbanyak yaitu pekerjaan domestik atau pekerja rumah tangga," ungkapnya.

Baca juga: Korban Perdagangan Orang di NTB Merasa Diabaikan, Tuntut Perhatian Pemerintah

Baca juga: Pengakuan Pelaku Perdagangan Orang, Dapat Rp 20 Juta per Kepala, Biaya Paspor Tembus Rp 2,6 Juta

Ditambahkannya, dari Rp 160 triliun pendapatan negara tiap tahunnya sekitar 18 persen berasal dari NTB.

Saat ini, PMI dipulangkan sejak Januari hingga Juli 2021 sebanyak 16.167 orang.

Terdiri dari 15.720 orang PMI prosedural dan 447 PMI non prosedural, yang bekerja di 27 negara.

Pemulangan terbanyak berasal dari Lombok Timur 6.633 orang.

Lombok Tengah 5.344 orang, Lombok Barat 1.899 orang, dan disusul kabupaten lainnya.

”Dari penanganan permasalahan hingga Juni 2021, ada 448 yang sudah selesai dan 67 masih dalam proses," bebernya.

Sementara itu, Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujewati menjelaskan, TPPO adalah kejahatan serius, bersifat transnational, terorganisir rapi, dengan modus operandi makin rumit.

Sejak tahun 2017 hingga Juli 2021, sebanyak 36 kasus TPPO ditangani Polda NTB.

Dalam kasus itu terdapat 39 orang korban dan 40 tersangka.

Menurutnya, penanganan kasus TPPO perlu kerja sama dan sungguh-sungguh berbagai instansi terkait.

"Kendala terberat pada pengungkapan pelaku adalah pada korban karena tidak mau jujur dan mengungkap identitas pelaku," jelasnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved