Warga Antre Berjam-jam Beli Oksigen di Mataram, Harga Naik pun Tak Jadi Soal   

Depo pengisian oksigen CV Bayu Bangun Sakti (BBS) di Tanjung Karang, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) diserbu warga.

TribunLombok.com/Sirtupillaili
OKSIGEN: Warga antre berjam-jam untuk membeli oksigen di depo CV BBS, Tanjung Karang, Kota Mataram, Sabtu (7/8/2021).   

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Depo pengisian oksigen CV Bayu Bangun Sakti (BBS) di Tanjung Karang, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) diserbu warga yang ingin membeli oksigen, Sabtu (7/8/2021).

Sambil membawa tabung oksigen berukuran 1 meter kubik, warga rela menunggu dan antre berjam-jam untuk mendapatkan oksigen.

Bahkan banyak di antara mereka jauh-jauh datag datang dari kabupaten lain hanya untuk membeli oksigen.

Sebagian besar warga mengaku membeli oksigen untuk keluarga yang perawatan atau isolasi mandiri di rumah.

Seperti Maulidana, asal Desa Bebuaq Lilin, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah.

Dia jauh-jauh datang dari Lombok Tengah demi mendapatkan oksigen bagi ibunya yang sedang melakukan isolasi mandiri.

Sang ibu mengalami sesak napas sejak seminggu terakhir.

Sempat dirawat di rumah sakit, tetapi oksigen di rumah sakit habis sehingga keluarga membawanya pulang ke rumah.

”Karena tabung sudah tidak ada, O2-nya sudah habis, makanya kita diam di rumah saja isolasi mandiri, takut dibilang Covid-19 itu saja,” katanya.  

Menurutnya sang ibu tidak terjangkit Covid-19. Dia hanya sakit biasa dan butuh perawatan.

Selama di rumah sang ibu menunjukkan gejala sakit berupa batuk dan sesak napas.

”Tidak (Covid) sih, batuk sesak saja,” katanya.

Baca juga: Jenazah Mantan Wagub NTB Dimakamkan dengan Protokol Covid-19, Gubernur Ingatkan Ancaman Corona

Dia datang ke Kota Mataram siang hari dan mulai antre pukul 14.00 Wita, dia baru mendapatkan oksigen pukul 17.00 Wita.

Dia membeli oksigen dengan tabung ukuran 1 meter kubik seharga Rp 50 ribu.

Menurutnya harga itu tidak malah dan masih wajar di tengah situasi saat ini.

Walau harus antre berjam-jam dia mengaku tidak menjadi masalah karena oksigen sangat dibutuhkan untuk sang ibu.

”Tidak apa-apa yang penting dapat,” katanya.

Demikian juga dengan Yamani, yang juga datang jauh-jauh dari Lombok Tengah untuk membeli oksigen.

Dia membeli oksigen untuk dipakai keluarga, di rumahnya ada bapaknya yang sakit dan membutuhkan oksigen.

”Bapak di rumah ada gejala sesak napas,” katanya.

Yamani mengaku baru pertama kali membeli oksigen untuk pengobatan. Sebelumnya tidak pernah membeli oksigen.

Dia datang membeli atas inisiatif sendiri untuk jaga-jaga, tidak ada saran dari dokter atau tim medis.

Justru dia khawatir, jika membawa orang tuanya ke rumah sakit, khawatir dinyatakan positif Covid-19.

“Tidak enak kan lihat bapak (di rumah) kalau dibawa ke rumah sakit nanti dikirain positif,” ujarnya.

Sementara Ahmadun Husaini, warga Kota Mataram juga ikut antre membeli oksigen.

Dia rela antre sejak siang sampai sore hari bersama warga lainnya karena khawatir tidak mendapatkan stok oksigen untuk orang tua yang sedang sakit.

”Penapasannya sudah agak kurang, karena memang sudah tua, (tapi bukan isolasi Covid-19) bukan,” katanya.

Menurutnya, orang tuanya memang sakit karana faktor usaia, tapi bukan karena Covid-19.

Harga Oksigen Naik

Dengan banyaknya warga yang antre membeli, harga oksigen bagi masyarakat umum pun naik dibandingkan harga biasa.

Bila biasanya oksigen dijual seharga Rp 30 ribu, sekarang warga membeli seharga Rp 50 ribu untuk tabung ukuran 1 meter kubik.

Seperti diakui Fadli, warga Kecamatan Ampenan, Kota Mataram.

Sudah seminggu terakhir dia harus membeli oksigen untuk ibunya yang perawatan di rumah.

Baca juga: Diduga Cabuli Siswanya, Oknum Kepala Sekolah di Bima Akhirnya Ditahan Polisi

Ibunya mengalami sesak napas sehingga membutuhkan bantuan tabung oksigen. Sebelum-sebelumnya dia tidak pernah menggunakan oksigen.

”Ya sesak napas,” katanya.

Tapi tumben hari ini antreannya cukup panjanga. Biasanya antrean hanya sekitar 15 menit.

”Harga jadi naik dari  Rp 30 ribu ke Rp 50 ribu,” katanya.

Tapi karena sangat membutuhkan, mereka tetap membayar demi perawatan orang tuanya.

Selama pandemi, kantor BBS biasanya hanya menyuplai oksigen untuk rumah sakit-rumah sakit yang menangani Covid-19.

Di depan pintu masuk pun sudah dituliskan ‘Hanya untuk Faskes (RS) yang Seizin Satgas Provinsi’.  

Tapi karena banyak warga datang membeli mereka pun sampai kewalahan melayani.

Karenanya, perusahaan membagi jam operasional pelayanan bagi rumah sakit dan masyarakat umum yang membeli secara mandiri.

Masyarakat Umum Dilayani Siang

Mereka buka dari jam 09.00-11.30 Wita, didahulukan untuk melayani permintaan rumah sakit dan puskesmas.

Kemudian masyarakat umum baru mulai dilayani 14.00-16.00 Wita.

Baca juga: Dua Remaja Lombok Barat Jadi Jambret karena Narkoba, Satu Ditangkap Masih Berseragam Sekolah  

”Memang saya atur begitu, pagi sampai jam dua itu khusus melayani mereka yang di rumah sakit,” kata Max Suparta, pemilik CV BBS.

Menurutnya kebutuhan rumah sakit didahulukan karena sangat mendesak untuk menyelamatkan banyak pasien Covid-19.

Sehingga warga yang datang membeli secara mandiri baru dilayani siang.

Jika rumah sakit telat disuplai, menurutnya akan berdampak besar bagi penanganan pasien. Misalnya untuk wilayah Sumbawa, sejak pagi empat truk sudah menunggu untuk pengiriman.

Permintaan Melonjak

Dia mengakui permintaan oksigen saat ini melonjak signifikan sejak bulan Juli lalu.

”Meningkat 300 sampai 400 persen,” katanya.

Bila sebelumnya hanya 80 ton dalam sebulan, sekarang produksi sampai 300 ton per bulan.

Sementara kapasitas produksi sebenarnya 220 ton per bulan. Sehingga harus menambah kapasitas produksi sampai 80 ton untuk memenuhi kebutuhan.

Baca juga: Acara Pernikahan di Senggigi Kena Sidak Satgas Covid-19 Lombok Barat

Terkait harga, menurut Max sebenarnya tidak naik. Harga Rp 30 ribu itu merupakan harga yang diberikan untuk rumah sakit dengan sistem pembelian kontrak dan MoU.

”Mereka ini (warga) tidak pernah datang ke saya. Kalau orang yang berkontrak dalam kondisi seperti ini pun saya tidak naikkan,” ujarnya.

Sebelum-sebelumnya warga memang tidak pernah datang ke pihaknya. Mereka datang ke deponya ketika butuh, tetapi kalau sudah sembuh tidak akan balik lagi.

”Sehingga berbedalah perlakuannya mas,” jelasnya.

Kalau warga dapat informasi harganya Rp 30 ribu, benar. Tapi itu harga kontrak yang tidak bisa sembarangan dinaikkan.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved