Koalisi Wartawan Mataram Menuntut Kasus Kekerasan Jurnalis Tempo Diusut Tuntas 

Koalisi wartawan (Kawan) Mataram NTB menuntut Polri agar mengusut tuntas kasus kekerasan jurnalis Tempo

TribunLombok.com/Sirtupillaili
AKSI: Para jurnalis yang tergabung dalam Koalisi Wartawan (Kawan) Mataram melakukan orasi di depan kantor Gubernur Provinsi NTB, Senin (5/4/2021).  

Laporan TribunLombok.com, Sirtupillaili

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Koalisi wartawan (Kawan) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) menuntut Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengusut tuntas kasus kekerasan yang dialami Nurhadi, jurnalis Tempo di Surabaya. 

Karena itu, koalisi yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) NTB, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTB, AMSI, dan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mataram melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Provinsi NTB, Senin (5/4/2021). 

Dalam aksinya, Kawan Mataram melakukan orasi dan membacakan puisi, mengutuk kekerasan yang dialami jurnalis Tempo.

Baca juga: Koalisi Tuntut Pelaku Pelecehan Seksual Jurnalis Lombok Utara Dihukum 9 Tahun

Selain itu, para jurnalis juga membagi-bagikan masker kepada para pengguna jalan untuk mencegah protokol Covid-19.

Islamudin, koordinator aksi dari AJI Mataram mengatakan, tiga poin sikap Kawan Mataram dalam kasus tersebut. 

Tonton Juga :

"Kami mengutuk kekerasan yang dialami jurnalis Tempo Nurhadi. Kekerasan terhdap jurnalis yang sedang menjalankan tugas tidak bisa dibenarkan," kata Islamudin, usai aksi. 

Mereka juga mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas kasus kekerasan dan ancaman pembunuhan terhadap jurnalis Tempo Nurhadi.

Baca juga: Pemuda Kota Bima Ditemukan Tewas di Gudang Kayu, Kedua Tangan Memegang Kabel

"Hendaknya polisi sikap profesional dalam proses penyelidikan perkara tersebut. Siapa pun yang terbukti bersalah baik itu oknum polisi atau oknum TNI harus diproses secara hukum," tegasnya. 

Adapun kekerasan dialami Nurhadi, jurnalis Tempo di Surabaya saat tengah menjalankan tugas liputan. 

Sabtu 27 Maret 2021, Nurhadi hendak mengkonfirmasi kasus suap pajak yang diduga melibatkan Angin Prayitno Aji, Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. 

Angin ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak Februari lalu. 

Tapi Nurhadi justru mendapat tindak kekerasan. Kalau itu, tersangka Angin sedang melangsungkan resepsi pernikahan anaknya di Gedung Graha Samudera Bumimoro (GSB) di kompleks Komando Pembinaan Doktrin Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan laut (Kodiklatal) Surabaya, Jawa Timur. 

Nurhadi mengalami pemukulan, penyekapan, teror, dipaksa menerima uang hingga ancaman pembunuhan karena mengambil foto dalam acara itu. 

Tidak hanya itu, ponselnya yang berisi foto dan data-data penting diambil paksa terduga pelaku yang diduga polisi. 

Baca juga: Dampak Banjir Bima, 5.355 Rumah Warga Rusak, Total Kerugian Ditaksir Rp 680 Miliar

"Kasus itu menunjukkan, aparat kepolisian gagal melindungi kerja-kerja jurnalis sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," kata Islamudin. 

Ketua IJTI NTB Ridha Andi Patiroi mengatakan, kekerasan yang dialami Nurhadi menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap jurnalis saat melakukan peliputan.

"Stop kekerasan terhadap jurnalis," katanya. 

Sementara itu, Ketua PWI NTB Nasrudin mengatakan, jurnalis bekerja untuk publik. 

Nurhadi yang sedang mengusut kasus korupsi menurutnya sedang bekerja untuk kepentingan masyarakat. Sehingga harus tetap dilindungi. 

Data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menunjukkan tahun 2020 terdapat 84 kasus kekerasan terhadap jurnalis. 

AKSI: Para jurnalis yang tergabung dalam Koalisi Wartawan (Kawan) Mataram melakukan orasi di depan kantor Gubernur Provinsi NTB, Senin (5/4/2021). 
AKSI: Para jurnalis yang tergabung dalam Koalisi Wartawan (Kawan) Mataram melakukan orasi di depan kantor Gubernur Provinsi NTB, Senin (5/4/2021).  (TribunLombok.com/Sirtupillaili)

Pelaku kekerasan paling banyak adalah polisi. 

Jumlah kasus ini meningkat dibanding tahun sebelumnya sebanyak 54 kasus. 

Bentuk kekerasan di antaranya intimidasi, kekerasan fisik, perusakan alat liputan, perampasan alat kerja hasil liputan, ancaman atau teror. 

Situasi ini tentu tidak baik bagi kehidupan demokrasi di Indonesia.

Baca juga: Pelajar Lombok Timur Tewas Tenggelam saat Mandi di Pantai Sepolong

Selain melanggar Undang-Undang Pers, tindakan sekelompok oknum polisi terhadap Nurhadi merupakan perbuatan pidana dan melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 

Aparat penegak hukum tidak dibenarkan menggunakan kekerasan fisik terhadap orang lain. 

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved