Korban Perdagangan Orang di NTB Merasa Diabaikan, Tuntut Perhatian Pemerintah
Para korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta pemerintah memberikan perhatian lebih.
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Maria Sorenada Garudea Prabawati
Bagi mereka, bolak balik ke persidangan dan mengikuti semua proses hukum bukan perkara mudah.
”Harus bayar ongkos ojek dan lain-lain, sementara buat makan pun susah,” katanya.
Mereka meninggalkan keluarga dengan perasaan cemas akan keselamatannya.
Baca juga: Koalisi Anti Kekerasan Seksual Minta Kapolri Atensi Kasus Pencabulan Anak Kandung di NTB
Di samping itu, mereka banyak kehilangan waktu sehingga tidak ada penghasilan.
”Dulu saya dikasi tahu bahwa setelah sidang uang (ganti rugi) akan langsung dikasi. Tapi sampai sekarang tidak ada,” katanya.
Husniah pun kini bekerja sebagai pemulung.
Dia bekerja keras mengihidupi anak semata wayangnya di rumah kontrakan sempit di Kota Praya.
Setengah menyesal, Husniah menceritakan, sebelum proses persidangan keluarga tekong yang digugat datang menyodorkan uang untuk damai.
Kala itu, dia sempat ingin mengambil, namun dicegah tim pendamping. Sehingga tidak jadi diambil dan proses gugatan tetap berlanjut.
”Tapi saya tidak tahu kok persidangan sudah selesai, dan uang ganti rugi tidak saya teria sepeser pun,” katanya.
Husniah pun hanya bisa pasrah dan berusaha menjalani hidupnya sebagai pemulung.
Dia pun berharap sama dengan AR, pemerintah memberikan perhatian lebih agar mereka bisa memperbaiki ekonomi keluarganya.
Sehingga tidak berpikir lagi bekerja ke luar negeri sebagai buruh migran.
(*)