Berita Lapas Lombok Barat
4 Fakta Jaksa Geledah Kantor Pertanahan Lombok Barat Buntut Kasus Korupsi Aset Tanah Pemda
Kejari Mataram Kantor Pertanahan Kabupaten Lombok Barat sebagai bagian dari penyidikan perkara dugaan penyelewengan aset tanah Pemda.
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram melaksanakan penggeledahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Lombok Barat pada Selasa (23/9/2025).
Langkah ini merupakan bagian dari penyidikan perkara dugaan penyelewengan aset tanah milik Pemerintah Daerah Lombok Barat.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram, Harun Al Rasyid, mengonfirmasi bahwa penggeledahan dilakukan untuk mendalami kasus pengalihan hak atas lahan pertanian yang berlokasi di Desa Bagik Polak, Kecamatan Labuapi.
“Benar, hari ini sekitar pukul 09.30 WITA di Kantor Pertanahan Kabupaten Lombok Barat dilakukan penggeledahan oleh penyidik Pidsus Kejari Mataram,” kata Harun.
1. Sisir Sejumlah Ruangan
Tim penyidik menyisir sejumlah ruangan yang dianggap berpotensi menyimpan dokumen penting, seperti ruang bidang pendaftaran dan penetapan hak, bidang pengukuran, bidang sengketa, serta ruang arsip.
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan puluhan dokumen yang dinilai berkaitan langsung dengan perkara.
“Dalam penggeledahan tersebut tim jaksa penyidik menyita 36 dokumen yang berhubungan dengan perkara yang dimaksud,” jelasnya.
Seluruh dokumen tersebut kemudian dibawa ke kantor Kejari Mataram sekitar pukul 13.00 WITA, usai penggeledahan rampung dilakukan.
2. Kepala Desa Jadi Tersangka Awal
Sementara itu, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Mataram, Mardiyono, menyebut satu orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Tersangka merupakan salah satu pejabat di lingkup Pemerintah Desa Bagik Polak.
“Untuk yang pertama masih satu, tapi tidak menutup kemungkinan akan bertambah. Indikasi (tersangka) ke situ karena yang menjual Kepala Desa,” ujar Mardiyono, Kamis (15/5/2025).
3. Kronologi Kasus Dugaan Korupsi
Mardiyono mengungkapkan, kasus ini berawal pada tahun 2018 ketika lahan seluas 36 hektare yang sejatinya merupakan tanah pecatu milik pemerintah, diduga dialihfungsikan menjadi milik pribadi oleh kepala desa saat itu.
Pengubahan status tersebut dilakukan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
“Itu tanah pemda, tiba-tiba tahun 2018 ada PTSL, dibuatkan sertifikat atas nama kepala desa,” ungkapnya.
Baca juga: Ahli Pidana Nilai Kasus NCC Bukan Korupsi, Sebut Tak Ada Kerugian Negara
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.