MUA Berparas Wanita

AJI Desak Media Massa Tidak Diskriminatif terhadap Minoritas Gender di Lombok

Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan tanpa pembedaan, termasuk jenis kelamin.

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBY FIRMANSYAH
KLARIFIKASI - Deni alias Dea Lipa saat memberikan keterangan pers sekaligus mengklarifikasi tuduhan dan fitnah di media sosial terhadap dirinya, di Mataram, Sabtu (15/11/2025). 

Opini yang menghakimi merupakan pendapat pribadi wartawan. Asas praduga tak bersalah merupakan prinsip tidak menghakimi seseorang.

Jurnalis hendaknya juga menghormati keberagaman identitas gender dalam memproduksi karya jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik Pasal 8 menyebutkan wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Dewan Pers telah mengeluarkan Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman pada akhir Tahun 2023. Penyusunan pedoman ini merujuk pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dewan Pers menetapkan ruang lingkup keberagaman sebagai segala yang berkaitan dengan perbedaan identitas suku, agama, ras, antar golongan, dan gender.

Wartawan dalam mengawal fakta keberagaman wajib menghargai kebhinekaan yang telah diatur dalam Pasal 8 Kode Etik jurnalistik (KEJ). 

Pers perlu memiliki sikap hormat terhadap keberagaman yang tercermin mulai dari pemilihan ide, pelaksanaan liputan hingga penulisan berita.

Dasar pemberitaan sesuai pedoman tersebut yakni jurnalis menggunakan prinsip-prinsip HAM dan gender, taat kode etik, dan mengutamakan kemanusiaan. Dalam memilih topik liputan jurnalis seharusnya mempelajari latar belakang, memperhatikan dampak, dan menghormati kehidupan pribadi yang tidak berkaitan dengan kepentingan publik. 

Pemberitaan media massa akan mempengaruhi sikap dan pola pikir masyarakat terhadap kelompok minoritas, salah satunya minoritas gender dan seksual.

AJI Indonesia mendorong jurnalis menghasilkan karya jurnalistik yang memperhatikan keadilan dan kesetaraan bagi semua kelompok, termasuk minoritas gender dan seksual. 

Melalui narasi yang lebih berimbang dan berkeadilan, jurnalis bisa membangun masyarakat yang lebih inklusif, di mana setiap suara didengar dan dihargai tanpa prasangka.

Ketua Bidang Gender, Anak, dan Kelompok Marjinal AJI Indonesia, Shinta Maharani mengatakan pemberitaan yang tidak menghormati keberagaman identitas gender bisa memicu ujaran kebencian, stigma, diskriminasi, dan kekerasan. 

“Sangat berbahaya bila pemerintah dan masyarakat menggunakannya sebagai rujukan,” kata dia.

Segala bentuk ujaran kebencian dan perbuatan yang diskriminatif membuat kelompok minoritas gender dan seksual makin terpinggir dan kehilangan hak dan kesempatannya untuk berperan dalam kehidupan masyarakat dan negara. 

Jurnalis memiliki kemampuan untuk mengubah persepsi masyarakat sehingga seharusnya menghindari berbagai stigma, stereotip, dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas gender dan seksual.

Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan DUHAM menjamin setiap orang mendapat perlakuan sama dalam menjalankan agama atau keyakinan dan mengekspresikan dirinya. Pasal 28 D ayat 1 Undang-Undang Dasar menyebutkan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 

Dalam pemberitaannya, pers berkewajiban untuk menghormati hak tersebut, termasuk suku, agama, ras dan antar golongan dan gender secara adil dan setara.

Sumber: Tribun Lombok
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved