Gubernur Riau Abdul Wahid Ditangkap KPK, Diduga Minta 'Jatah Preman' dari Anggaran Jalan
Abdul Wahid diduga meminta “jatah preman” sebesar 5 persen atau senilai Rp 7 miliar dari penambahan anggaran.
Ringkasan Berita:
- KPK menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid dan dua pejabat lain sebagai tersangka dugaan korupsi pemerasan “jatah preman" 5 persen atau sekitar Rp7 miliar.
- Kasus ini terungkap melalui OTT KPK setelah tiga kali setoran dilakukan, dengan total barang bukti uang tunai sekitar Rp1,6 miliar.
TRIBUNLOMBOK.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dan penerimaan hadiah.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu diduga meminta “jatah preman” sebesar 5 persen atau senilai Rp 7 miliar dari penambahan anggaran untuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan di Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau.
“Jatah preman” adalah istilah yang merujuk pada praktik pemerasan atau pungutan liar yang dilakukan oleh pihak tertentu baik individu maupun kelompok terhadap instansi, proyek, atau masyarakat, biasanya dengan dalih keamanan atau pengaruh.
Hal ini diungkapkan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
“KPK telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni AW selaku Gubernur Riau, MAS selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, dan DAN selaku Tenaga Ahli Gubernur,” kata Tanak mengutip Tribunnews.
Kronologi Kasus
Tanak menjelaskan, kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti oleh KPK.
Pada Mei 2025, Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau, Ferry Yunanda (FRY), menggelar pertemuan dengan enam Kepala UPT Wilayah I–VI.
Dalam pertemuan itu dibahas kesanggupan pemberian fee sebesar 2,5 persen untuk Gubernur Abdul Wahid.
Fee tersebut diminta atas penambahan anggaran 2025 untuk UPT Jalan dan Jembatan yang meningkat signifikan dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar, atau bertambah sekitar Rp 106 miliar.
Ferry Yunanda kemudian melaporkan hasil pertemuan itu kepada Kepala Dinas PUPR PKPP, M Arief Setiawan (MAS). Namun, permintaan fee itu justru naik.
“MAS yang merepresentasikan AW, justru meminta fee sebesar 5 persen atau setara Rp 7 miliar,” jelas Tanak.
Baca juga: Terungkap Gubernur Riau Abdul Wahid Pakai Kode 7 Batang Minta Fee ke Bawahan, Apa Artinya?
Permintaan tersebut disertai ancaman kepada para Kepala UPT.
“Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,” ujar Tanak.
Para Kepala UPT dan Sekretaris Dinas akhirnya menyetujui permintaan 5 persen itu dan melaporkannya kembali kepada M Arief Setiawan dengan menggunakan bahasa kode “7 batang”.
Setoran Tiga Tahap hingga OTT KPK
Dari kesepakatan Rp 7 miliar tersebut, KPK mencatat telah terjadi tiga kali setoran dengan total Rp 4,05 miliar antara Juni hingga November 2025.
Juni 2025 (Rp 1,6 miliar): Ferry Yunanda bertindak sebagai pengepul dari para Kepala UPT. Atas perintah Arief Setiawan, uang disalurkan Rp 1 miliar kepada Abdul Wahid (melalui Tenaga Ahli Dani M Nursalam) dan Rp 600 juta kepada kerabat Arief.
Agustus 2025 (Rp 1,2 miliar): Ferry kembali mengumpulkan uang, yang kemudian didistribusikan kepada driver Arief (Rp 300 juta), kegiatan proposal (Rp 375 juta), dan disimpan Ferry (Rp 300 juta).
November 2025 (Rp 1,25 miliar): Pengepul berganti ke Kepala UPT Wilayah III. Uang disalurkan Rp 450 juta untuk Abdul Wahid (melalui Arief) dan Rp 800 juta diduga diberikan langsung kepada sang gubernur.
Pemberian ketiga inilah yang memicu operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Senin, 3 November 2025.
Dalam operasi tersebut, tim KPK mengamankan M Arief Setiawan, Ferry Yunanda, dan lima Kepala UPT beserta barang bukti uang tunai Rp 800 juta.
“Tim KPK berhasil mengamankan AW di salah satu kafe di Riau,” kata Tanak.
Tim lain kemudian menggeledah rumah Abdul Wahid di Jakarta Selatan dan menemukan uang dalam pecahan asing, yakni 9.000 poundsterling dan 3.000 dolar AS, yang jika dikonversi setara Rp 800 juta.
Total barang bukti dari rangkaian OTT mencapai Rp 1,6 miliar.
(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lombok/foto/bank/originals/KPK-Tahan-Gubernur-Riau-Abdul-Wahid_20251105_1721412.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.