Polemik Teluk Ekas

Pemilik Perahu di Awang Curhat Dicegat Petugas saat Bawa Tamu di Teluk Ekas

Pelaku wisata Awang mengeluhkan aksi pencegatan yang dilakukan sejumlah petugas saat hendak membawa tamu ke Teluk Ekas.

|
Penulis: Ahmad Wawan Sugandika | Editor: Idham Khalid
Dok. Istimewa
POLEMIK TELUK EKAS - Tangkapan layar video kapal milik PT Karya Selancar Lombok dicegat sejumlah petugas yang terdiri dari Satpol PP Lombok Timur dan TNI saat pihaknya membawa tamu untuk berselancar di teluk Ekas Lombok Timur, Senin (18/8/2025). 

Di tempat terpisah, Kepala Dinas Pariwisata Lombok Timur, Widayat mengatakan, pihaknya tegas dalam menegakkan aturan yang telah disepakati bersama.

Terlebih aturan yang telah ditetapkan merupakan bentuk persetujuan bukan hanya saja dari pelaku wisata yang berada di Ekas, namun juga di Lombok Tengah.

“Untuk di Lombok Timur kita akan tegas dengan aturan, dan ini sudah ada awik-awik yang kita buat,” kata Widayat.

Dia juga membenarkan adanya pencegatan yang dilakukan oleh sejumlah oleh Satpol PP dan TNI.

“Di sana kita libatkan semua, Polairud, Satpol PP, TNI, hingga kepolisian,” tegasnya.

Widayat menegaskan, semua pihak khususnya pelaku wisata yang di Awang harus mengikuti aturan.

“Semua harus taat pada aturan, jika tidak silahkan jangan berwisata ke Lombok Timur,” tandasnya.

Sebelumnya pelaku wisata lokal di Ekas, Ruth Seran atau yang akrab disapa Noy, memberikan penjelasan panjang terkait perselisihan pelaku wisata Ekas dan Awang.

Menurut Noy, keluhan utama datang dari masyarakat lokal yang merasa termarginalkan. Banyak tamu datang ke Teluk Ekas melalui jalur distribusi dari luar daerah, namun tidak memberi kontribusi ekonomi bagi warga terdekat, termasuk pemandu lokal dan pemilik warung.

“Yang jadi keluhan itu bukan saja dari kami pelaku wisata, tapi para warga lokal tidak mendapatkan kesempatan pendapatan dari Ombak Emas ini. Kami justru mendukung langkah bapak, jangan hanya dipandang emosional karena di-foto sedang angkat jangkar,” tambahnya.

Noy mengungkapkan bahwa sekitar 95 persen pendapatan pariwisata di Ekas bersumber dari aktivitas surfing. Namun para pelaku lokal, termasuk pemuda dan UMKM, kutang medapatkan peluang ekonomi dari wilayahny yang dekat dengan Ombak itu.

“Teman-teman dari Awang (Lombok Tengah) datang bawa tamu, pelatih, bahkan bekal makanan sendiri. Sudah sampai di lokasi surfing, kami yang di wilayah terdekat malah gak dapat apa-apa. Wajar bapak kecewa melihat keluhan pelaku wisata lokal,” katanya.

Selain persoalan ekonomi, Noy juga menyoroti aspek keselamatan. Ia menyebut bahwa ia kerap mendapati pelatih dari luar tidak mengikuti standar internasional dalam pelatihan surfing, seperti tidak menggunakan leash (tali pengaman papan selancar).

“Itu fungsinya biar kalau jatuh, papan gak kelempar ke orang lain. Ini SOP internasional, walau nggak tertulis. Tapi sering diabaikan dan menimbulkan kecelakaan,” ujarnya.

Noy juga menambahkan bahwa sering terjadi tabrakan antara peselancar pemula dan tingkat menengah, karena jumlah tamu dalam satu kapal bisa mencapai 15-20 orang, sementara mayoritas masih awam.

“Yang nginep di Ekas itu yang selalu ngalah. Tapi kita gak pernah melarang orang untuk main di ombak. Kita cuma ingin ada kontribusi dan saling berbagi rezeki dengan damai,” tegasnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved