Sumbawa Barat

Kekerasan Terhadap Anak di KSB Meningkat, Kasus Seksual Mendominasi

Selama enam bulan terakhir, sebanyak 25 anak di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) terdeteksi menjadi korban kekerasan.

Penulis: Rozi Anwar | Editor: Laelatunniam
TRIBUNLOMBOK.COM/ROZI ANWAR
KEKERASAN PADA ANAK - Kantor Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) KSB. Selama enam bulan terakhir, sebanyak 25 anak di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) terdeteksi menjadi korban kekerasan. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Rozi Anwar

TRIBUNLOMBOK.COM, SUMBAWA BARAT – Selama enam bulan terakhir, sebanyak 25 anak di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) terdeteksi menjadi korban kekerasan.

Data tersebut disampaikan oleh Kepala UPTD Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA), Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) KSB, Erni Patriani. Ia menyebutkan bahwa angka kekerasan terhadap anak pada tahun 2025 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2024.

"Kalau tahun 2024 lalu sekitar 37 anak yang menjadi korban, untuk tahun 2025 ini ada 25 terhitung dari bulan Januari hingga Juli 2025 ini, ya untuk tahun ini akan naik angkanya," katan Erni saat ditemui pada Rabu (6/8/2025).

Dari 25 kasus tersebut, sebagian besar korban mengalami kekerasan seksual. Mirisnya, beberapa anak juga menjadi pelaku.

"Anak ini menjadi pelaku dan anak ini juga menjadi korban, contohnya kemarin ada anak perempuan jadi korban dan pelakunya 8 orang yang juga masih berusia anak," tutur Erni.

Kasus-kasus yang ditemukan mencakup persetubuhan sesama anak, hubungan sesama jenis, hingga praktik open BO. Lokasi kejadian paling banyak terjadi di Kecamatan Taliwang dan Kecamatan Maluk.

"Ada juga pelakunya pelecehan oleh lelaki hidung belang, orang terdekat anak sperti ayah tirinya dan pamannya," ucapnya.

Erni menuturkan bahwa pihaknya telah menangani seluruh korban, dan sebagian sudah dikirim ke UPT Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak Paramita untuk mendapatkan perlindungan dan rehabilitasi.

"Setelah menjalani rehabilitasi selama tiga hingga enam bulan, anak-anak tersebut dikembalikan kepada orang tua mereka," jelas Erni.

Erni berharap masyarakat harus mengontrol anaknya sendiri dengan lebih baik, entah itu yang belum menjadi korban maupun yang menjadi korban korban sekarang.

"Kami dari pemerintah juga tidak bisa mengatasi anak-anak ini juga, melainkan dukungan orang tua atau pengasuhnya di rumah," pungkasnya.

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved