Sebelum Hasto Kristiyanto, Warga NTB Baiq Nuril Juga Dapat Amnesti dari Presiden

Warga NTB korban pelecehan seksual Baiq Nuril Maknun menerima amnesti dari Presiden Joko Widodo

TribunJakarta.com/Ega Alfreda
CATATAN AMNESTI - Baiq Nuril Maknun ditemui di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Warga NTB korban pelecehan seksual Baiq Nuril Maknun menerima amnesti dari Presiden Joko Widodo. 

TRIBUNLOMBOK.COM - Terdakwa kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku, Hasto Kristiyanto mendapat amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. 

Hasto, eks Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), kini menghirup udara bebas setelah mendapatkan amnesti presiden melalui Surpres tertanggal 30 Juli 2025 dan  disetujui DPR RI pada 31 Juli 2025.

Amnesti adalah hak prerogatif presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPR RI, sebagaimana ditentukan Pasal 14 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.

Amnesti merupakan kewenangan presiden selaku pemegang kekuasaan negara untuk membebaskan tanggung jawab pidana seseorang yang telah melakukan pelanggaran hukum. 

Enam tahun silam, atau pada 2019, warga NTB korban pelecehan seksual Baiq Nuril Maknun juga menerima amnesti dari Presiden Joko Widodo. 

Baca juga: Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Kristiyanto Menguatkan Adanya Politisasi Hukum

Baiq Nuril sebelumnya menjadi terpidana kasus ITE karena menyebarkan rekaman telepon percakapan berisi pelecehan seksual dari kepala sekolah tempatnya bekerja kala itu, SMAN 7 Mataram. 

Awalnya rekaman ini tersebar karena Baiq Nuril bercerita ke saudara lelakinya, yang selanjutnya disebarkan lagi ke rekan-rekan lain dalam upaya melaporkan sang kepala sekolah.

Serangkaian peristiwa itu, yang dianggap Baiq Nuril sebagai upaya menyangkal tudingan dirinya berselingkuh dengan kepala sekolah, membuatnya dilaporkan dan diberhentikan dari pekerjaannya sebagai tenaga honorer.

Baca juga: Respons Gibran Soal Amnesti Hasto dan Abolisi Tom: Bapak Presiden Pasti Sudah Kalkulasi Matang

Mengutip catatan Amnesty International Indonesia, Berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI tertanggal 26 Juli 2018, Baiq Nuril diputus bersalah melanggar pasal  Pasal 27 (1) dan Pasal 45 (1) UU ITE dan dihukum penjara enam bulan serta denda Rp500 juta. 

Padahal awalnya, Baiq Nuril diputus bebas pada pengadilan tingkat pertama, yakni di Pengadilan Negeri Mataram dalam sidang putusan 26 Juli 2015 yang kemudian diajukan banding oleh jaksa penuntut umum. 

Presiden Jokowi, kemudian menerbitkan Keppres tertanggal 29 Juli 2019 tentang pemberian amnesti terhadap Baiq Nuril yang selanjutnya disetujui DPR RI. 

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved