Kasus Redistrubusi TORA
Warga Karang Sidemen dan Lantan Desak Redistribusi 355 Hektar Objek TORA
Tanah seluas 355 hektar di Karang Sidemen dan Desa Lantan, Lombok Tengah, telah menjadi sumber penghidupan bagi ratusan kepala keluarga.
Penulis: Rozi Anwar | Editor: Idham Khalid
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Warga Desa Karang Sidemen dan Desa Lantan, Lombok Tengah, bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nusa Tenggara Barat (NTB) mendesak pemerintah segera menuntaskan redistribusi tanah seluas 355 hektar di wilayah itu.
Adapun rincian Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dari 355 hektar itu, terdapat 182 hektar di wilayah Karang Sidemen dan 173 di Desa Lantan yang selama ini digarap warga.
Desakan itu dilakukan dalam forum mediasi yang digelar di kantor Bupati Lombok Tengah, Kamis (24/7/2025).
Hadir Sekda Lombok Tengah sebagai moderator memipmpin forum, Direktur Land Reform ATR/BPN RI, Kanwil ATR/BPN NTB, Kantah Lombok Tengah, Kepala Desa Lantan, Kepala Desa Karang Sidemen, serta puluhan perwakilan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) karang sidemen.
Tanah seluas 355 hektar di Karang Sidemen dan Desa Lantan, Lombok Tengah, telah menjadi sumber penghidupan bagi ratusan kepala keluarga selama puluhan tahun. Di atas tanah ini, mereka menanam, membangun rumah, dan menggantungkan masa depan keluarga mereka.
Namun, hingga kini status tanah tersebut belum memiliki kepastian hukum, meski pengajuan redistribusi melalui program TORA.
Direktur WALHI NTB, Amri Nuryadin, menyampaikan, redistribusi tanah menjadi mendesak bukan hanya untuk memenuhi amanat Perpres 86/2018 jo. Perpres 62/2023 tentang Reforma Agraria, tetapi juga untuk memastikan keadilan sosial, kedaulatan pangan, dan ketenangan hidup masyarakat lokal.
“Semakin lama proses ini tertunda, semakin besar potensi ketegangan dan kerugian yang akan dialami oleh masyarakat dan pemerintah daerah,” ungkap Amri, Jumat (25/7/2025).
Baca juga: Redistribusi TORA Terhambat, Menteri ATR Janji Tindak Lanjut Kasus Karang Sidemen
Amri juga menegaskan, masyarakat menolak keterlibatan PT. Tresno Kenanga, perusahaan yang mewarisi hak erfacht keluarga Soetrisno dalam skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Amri menegaskan, tanah objek TORA bbukan eks HGU, melainkan bekas hak erfacht, sehingga prioritas redistribusi kepada rakyat sesuai amanat Perpres 86/2018 jo. Perpres 62/2023. Namun, adanya klaim dari perusahaan dan pihak lain memaksa proses ini masuk ke jalur mediasi multi-pihak.
“Redistribusi tanah ini harus untuk rakyat. Menunda lagi berarti membiarkan konflik agraria terus berlarut, membuka peluang kriminalisasi, dan melanggengkan ketidakadilan struktural,” tegas Amri.
Perusahaan tersebut, menurut warga dan WALHI, tidak pernah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan secara hukum tidak memenuhi ketentuan Perpres 86/2018 jo. Perpres 62/2023 sebagai subjek TORA.
“Sejak awal kami tidak pernah dilibatkan dalam rapat-rapat GTRA provinsi. Sekarang justru ada upaya melibatkan perusahaan yang dulu menindas warga. Orang tua kami dipaksa bekerja tanpa upah layak di bawah keluarga Soetrisno. Luka itu belum sembuh,” tegas Suparman, perwakilan LMDH Karang Sidemen.
Kepala Desa Lantan, Erwan, turut mempertegas suara warga, bahwa pihaknya ingin segera adanya realisasi redistribusi TORA.
“Warga Kami tidak menginginkan perusahaan ini kembali, karena trauma mendalam, Warga hanya ingin kepastian hukum dan redistribusi yang adil, agar tanah bisa dikelola masyarakat sesuai aturan,” ujarnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.