Opini
Senang Lihat Orang Susah, Susah Lihat Orang Senang: Dampak Buruk Hasad dan Hasut
Dengki terhadap karunia orang lain sama saja dengan mempertanyakan keadilan Allah
Oleh: Dr. Ahsanul Khalik
Di dunia yang sibuk memoles citra dan menampilkan keberhasilan, penyakit hati justru tumbuh diam-diam, hasad dan hasut. Dua kata yang terlihat sederhana, namun menyimpan racun yang sanggup meretakkan bangunan cinta, merobek jalinan persahabatan, bahkan memecah belah harmoni masyarakat.
Fenomena ini semakin sering kita temui. Terkadang, bukan lawan, melainkan kawan yang diam-diam menanam bara dalam dada. Bukan karena kita zalim, melainkan karena mereka tak tahan melihat kita bahagia. Ketika kita tertawa, mereka murung. Ketika kita melangkah naik, mereka justru sibuk mencari celah untuk menjatuhkan. Senang lihat orang susah, susah lihat orang senang. Kalimat ini kini bukan sekadar ungkapan, melainkan potret nyata di tengah kehidupan.
Hasad, menurut para ulama, adalah keinginan agar kenikmatan yang dimiliki orang lain lenyap, meski tak beralih kepada dirinya. Sedangkan hasut adalah upaya aktif menyulut keburukan dengan menebar cerita, bisikan, atau fitnah. Al-Ghazali menyebut hasad sebagai penyakit hati yang paling sulit disembuhkan jika tak disertai muhasabah yang dalam. Dan Ibnul Qayyim berkata, “Tidaklah hasad itu lahir kecuali dari hati yang sakit, yang lebih sibuk menghitung rezeki orang lain daripada bersyukur atas apa yang dimiliki.”
Baca juga: Doa Selamat Azab Dunia dan Akhirat, Terhindar dari Fitnah Dajjal Lengkap dengan Terjemahannya
Padahal Allah telah memperingatkan dalam Al-Qur’an: "Apakah mereka dengki kepada manusia karena karunia yang telah diberikan Allah kepadanya?" (QS. An-Nisa: 54)
Allah mengingatkan bahwa setiap nikmat adalah bagian dari ketetapan-Nya. Dengki terhadap karunia orang lain sama saja dengan mempertanyakan keadilan Allah.
Nabi Muhammad SAW pun bersabda : "Janganlah kalian saling membenci, saling hasad, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara." (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun dalam kenyataan, kita sering menemui orang yang merasa “paling berhasil”, tetapi hatinya sempit. Ia tidak senang jika ada orang lain mulai tumbuh. Ia merasa harus menjadi satu-satunya yang dipuji, bahkan takut jika yang lain menjadi selevel atau lebih baik. Ia kaya harta, tapi miskin jiwa.
Padahal, bukankah kekayaan sejati bukan pada tumpukan emas, tapi pada lapangnya hati? Bukan pada label dan jabatan, tapi pada kerendahan hati untuk mendoakan kebahagiaan orang lain?
Hasad dan hasut bukan hanya merusak batin pelakunya, tetapi juga meracuni lingkungan. Ia membuat orang kehilangan kepercayaan, merusak persaudaraan, dan menghancurkan semangat kolektif untuk maju bersama. Jika ini terus dibiarkan, masyarakat akan kehilangan arah, yang cerdas akan dipatahkan, yang tulus akan diragukan, dan yang bersinar akan diburamkan dengan fitnah.
Sembuhkan dengan Syukur dan Cinta
Untuk mengatasi penyakit ini, kita perlu kembali ke akar jiwa. Ada beberapa hal yang bisa kita latihan dan menjadi pegangan:
1. Perkuat rasa syukur, karena hati yang bersyukur tidak akan dirasuki oleh rasa dengki. Rasulullah SAW bersabda : “Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu (dalam hal dunia), dan jangan melihat kepada orang yang berada di atasmu, agar kamu tidak meremehkan nikmat Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Do'akan kebaikan untuk orang yang engkau iri kepadanya. Ini obat paling mujarab. Ucapkan, “Ya Allah, berkahilah dia, dan karuniakanlah aku rezeki yang halal dan cukup.” Maka rasa iri itu akan mencair.
3. Membiasakan diri untuk tilawah Al-Qur’an walau hanya satu ayat dan lakukan dzikir pada setiap ada kesempatan. Bukankah setiap ayat adalah cahaya yang menyapu debu-debu gelap di dalam hati, (QS. Al-Falaq ayat 5), memberikan arah, "Kita diajarkan untuk berlindung dari orang yang dengki ketika ia dengki."
Masnun Tahir: Antara UIN Mataram dan NU NTB |
![]() |
---|
Merawat Kebersamaan Tanpa Unjuk Rasa, MotoGP Wajah Indonesia dari NTB untuk Dunia |
![]() |
---|
Hultah NWDI: Warisan Spiritualitas dan Kebersamaan |
![]() |
---|
Refleksi Pelantikan PW NU NTB: Mengikat Ukhuwah, Menata Masa Depan |
![]() |
---|
Menggelitik, Komunikasi Publik Pejabat di Republik dan Posisi Keilmuan Komunikasi yang Pelik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.