Opini

Teknologi AI, Pemilu, dan Paradoks Masa Depan Dunia

Teknologi informasi akan mengubah pola lama yang kaku menjadi fleksibel dan terbuka dalam sistem Pemilu

Dok. Amir Mahmud
TEKNOLOGI PEMILU - Peneliti pada Lembaga Lombok Research Center Amir Mahmud. Teknologi informasi akan mengubah pola lama yang kaku menjadi fleksibel dan terbuka dalam sistem Pemilu. 

Oleh: Amir Mahmud
Peneliti pada Lembaga Lombok Research Center.

Baru-baru ini muncul satu tokoh teknologi informasi dibidang teknologi artificial intelligence (AI). Selain Mark Zuckerberg pemilik meta, Sam Altman pemilik openAI, ada juga Alexandr Wang, pemilik scale AI. Tiga nama itu adalah anak muda genius yang akan membawa dunia ke arah kemajuan dan perubahan yang sangat cepat. 

Dari ketiga nama itu ada nama Alexandr Wang. Adalah nama baru yang saat ini sedang trending dijagat teknologi dan sistem komputasi berkat aplikasi kecerdasan buatan yang dibuatnya yaitu scale AI. Alexander Wang mencatatkan namanya sebagai salah satu anak muda dengan visi revolusioner: merubah dunia dalam waktu yang singkat. Mempermudah aktivitas manusia dan menyederhanakannya melalui sebuah aplikasi AI. 

Dengan teknologi AI, pekerjaan manusia dapat dikerjakan dengan sangat mudah. Profesi manusia tidak lagi menjadi hambatan. Dengan aplikasi AI pekerjaan manusia semakin Efisien. Teknologi kecerdasan buatan akan memperpendek rantai birokrasi. Potensi penyalahgunaan wewenang juga akan sangat rendah. Mesin-mesin komputer akan menyederhanakan kebutuhan dan aktivitas manusia. 

Alexandr Wang lahir di Los Alamos, New Mexico, dari pasangan imigran cina. Ia merupakan pendiri AI Scale. Sebuah perusahaan kecerdesan buatan yang menyediakan layanan pelabelan data dan evaluasi model untuk pengembangan aplikasi AI. Alexandr Wang mendirikan perusahaan kecerdasan buatan Scale AI pada 2016 dan mencatatkan diri sebagai milarder termuda di dunia pada 2021 lalu di usia 24 tahun.

Kemajuan teknologi informasi yang terjadi saat ini adalah bentuk revolusi pemikiran. Karena dalam hitungan tidak terlalu lama struktur sosial, budaya, pendidikan, ekonomi dan politik berubah sangat signifikan. Kesenjangan dan inefisiensi pada tataran teknis pekerjaan disemua lini sektor kehidupan dapat dengan mudah di pelajari dan diadaptasi oleh teknologi AI. 

Baca juga: Fakta-fakta DeepSeek: AI Buatan China Mirip ChatGPT, Bisa Dipakai Gratis via Web dan Aplikasi

Sistem kerja manual pelan dan pasti akan tergantikan oleh teknologi AI. Saat ini AI masih menggunakan sistem perintah dalam teknis eksekusi. Namun dalam rentang 5-10 tahun ke depan, aplikasi AI tidak lagi menggunakan sistem perintah. Karena Alexandr Wang, Sam Altman, mark zuckerberg, dan genius lainnya akan terus berinovasi mengembangkan aplikasi AI sampai pada tahap AGI (Artificial General Intelejen). Dimana dengan konsep itu robot dan aplikasi sudah mampu melakukan aktivitas tanpa perintah manusia.

Ketika situasi itu sudah sampai maka kinerja manusia semakin sedikit dibutuhkan. Dan semua sistem kehidupan akan digerakkan oleh sistem komputasi. Birokrasi pemerintahan, sistem perburuhan, program padat karya tidak lagi sulit untuk dikerjakan dan akan semakin efisien. 

Kehidupan akan berlangsung sangat cepat dan manusia berada dalam sejarah kehancuran. Ketika sebagian besar sumber daya dikuasai sekelompok kecil manusia cerdas dan menggantikan sebagian besar manusia bodoh dan minim inovasi maka pengangguran akan terjadi dimana-mana. Kesenjangan akan semakin tajam dan konflik sudah di depan mata.

Artificial Intelejen (AI) menciptakan interval sosial, ekonomi dan politik di tengah arus perkembangan global. Negara-negara dengan kapasitas sumber daya alam menjadi objek empuk pengusaha kapitalisme barat. Dengan AI kebutuhan data dan pengembangan aplikasi AI akan sangat mudah untuk diproses ketika sumber daya alam dikuasai pemilik modal.

Negara dengan kekayaan alam melimpah tapi minim sumber daya manusia kreatif akan menjadi medan "tempur" miliarder (korporasi dan finansial) dan politisi busuk.

Demokrasi kemudian mengalami degradasi. Demokrasi lalu menjadi instrumen kapitalisme. Sistem demokrasi dibajak hanya untuk mempermudah pemilik modal. Noam chomsky seorang kritikus sosial, linguis dan aktivis politik terkemuka amerika serikat, lalu mengingatkan kita secara konsisten beliau mengeritik demokrasi barat yang telah dimodifikasi dan dimanipulasi untuk melayani kepentingan elit korporasi dan finansial khususnya untuk konteks kapitalisme global. Apa yang disampaikan chomsky menemukan konteksnya dalam situasi ekonomi politik kita saat ini. Eksploitasi alam dilakukan dengan brutal tanpa etika lingkungan. Intelektual berdebat dan menghasilkan istilah baru "wahabi lingkungan" dan konservatisme. Ormas berebut lahan konsesi tambang lalu menjadi "pembela intelektual" atas praktik brutal pertambangan.

AI akan dengan mudah menghasilkan data ketika dibutuhkan untuk membangun argumentasi atas praktik dan tindakan yang dilakukan. Dunia bergerak begitu cepat. Data apapun yang dibutuhkan saat ini, seketika AI dengan mudah menampilkannya. Norma hukum tidak lagi berlaku. AI akan menjadi tenaga ahli para politisi di parlemen untuk membuat Undang-undang yang pro modal tapi mengelabui demokrasi.

Pemilu dengan teknologi AI

Saat ini mungkin pemilu belum bisa dilakukan dengan sistem robotik. Tapi lima atau sepuluh tahun ke depan birokrasi pemilu tidak lagi sepanjang saat ini. Bisa jadi mekanisme pemilu sudah ada di "saku" masing-masing. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved